Menanti Segala Aturan tentang Sampah Makanan

| 18 Oct 2019 08:03
Menanti Segala Aturan tentang Sampah Makanan
Ilustrasi (Ilham/era.id)
Masih bagian dari artikel berseri SULAM: Ironi Sampah Makanan. Dalam artikel sebelumnya, "Memasak Sampah Makanan untuk Kita Sendiri", kita menemukan cara yang bisa kita lakukan sendiri untuk mengurangi sampah makanan. Namun, regulasi nampaknya tetap dibutuhkan untuk menjamin kebiasaan mubazir itu berhenti.

Jakarta, era.id - Beberapa waktu yang lalu, tim era.id mewawancarai Foodbank of Indonesia (FOI). Mereka menyoroti regulasi yang masih nihil terkait pengelolaan sampah makanan atau food waste.

Presiden Yayasan FOI Wida Septarina menyebut, Indonesia sejatinya membutuhkan regulasi untuk menangani persoalan ini. Regulasi bisa diakomodir oleh peraturan daerah, utamanya di kota-kota besar yang memiliki banyak hotel dan restoran.

Regulasi yang dimaksud Wida adalah aturan agar setiap pengusaha restoran, hotel, atau super/minimarket bisa memberikan makanan berlebih yang masih layak kepada lembaga seperti FOI agar bisa dimanfaatkan untuk masyarakat yang kekurangan.

Berangkat dari pernyataan Wida itu, kami menghubungi Kepala Seksi Pengelola Sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Rahmawati. Lewat sambungan telepon, Rahma mengamini. Menurutnya, saat ini memang tak ada regulasi yang mengatur soal pemanfaatan food waste.

Dia bilang, saat ini pihaknya hanya melaksanakan fungsi edukasi. Sumbangsih mereka hanya sebatas memberikan anjuran terhadap perusahaan yang memang menghasilkan sisa makanan seperti restoran, hotel, dan super/minimarket untuk melakukan pemanfaatan makanan berlebih.

Ilustrasi (Pixabay)

Namun, menurut Rahma, anjuran itu tidak bisa dijadikan sebagai regulasi. Penyebabnya, bisnis hotel dan restoran biasanya adalah cabang dari restoran yang berasal dari luar negeri yang biasanya memiliki aturan tersendiri soal pengelolaan food waste.

"Ada juga kan kalau hotel internasional itu belum tentu boleh sama pusat mereka yang ada di luar negeri ... Secara manajemen tidak memperbolehkan. Takut kalau ada keracunan malah bikin ramai," kata Rahma saat dihubungi era.id, Kamis (10/10).

Meski memberikan anjuran untuk menyalurkan makanan berlebih lewat organisasi penyalur makanan macam FOI, Rahma bilang tak ada kerja sama khusus antara mereka --Pemprov DKI dan organisasi.

"Secara resmi tidak ada. Tapi kita memberi tahu kalau ada beberapa organisasi (penyalur makanan bagi yang membutuhkan)," ungkap Rahma.

Bukan aturan spesifik

Dalam kesempatan itu, Rahma turut menjelaskan besarnya permasalahan sampah di Ibu Kota. Menurut Rahma, setiap tahun ada 7.500 ton hingga 7.800 ton sampah yang dihasilkan dari Ibu Kota ini dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang.

Dalam pengelolaan sampah itu, Rahma mengatakan, Pemprov DKI telah memiliki regulasi dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2013. Namun, tentu saja, regulasi itu tak spesifik mengatur tentang sampah makanan.

"Sebenarnya di dalam aturan kita di Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah setiap sumber punya kewajiban. Semua punya tanggung jawab terkait pengelolaan sampah," kata Rahma.

Sampah di Bantar Gebang (Anto/era.id)

Berangkat dari regulasi itu, sejatinya ada kewajiban untuk mengurangi jumlah sampah. "Kewajibannya yang pertama adalah melakukan pengurangan, seperti di rumah tangga maupun di sektor industrial," tambahnya.

Pengurangan itu, kata Rahma bisa dilakukan dengan tiga cara, yakni pembatasan timbulnya sampah, daur ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Salah satu pembatasan timbulnya sampah, dia bilang bisa dilakukan dengan tidak berlebih dalam mengonsumsi makanan.

Cara ini paling ampuh untuk mencegah sampah makanan selain menyumbangkan sisa makanan kepada mereka yang membutuhkan. "Jadi makanan yang kita konsumsi kita atur dan kita sesuaikan. Jangan ambil berlebih sehingga akhirnya enggak habis jadinya dan terbuang," katanya.

Tags : food waste
Rekomendasi