Di antaranya:
- Saham di berbagai perusahaan bernilai ratusan miliar rupiah
- Rumah di Jalan Pejaten Barat seluas 127m2
- Tanah dan bangunan kantor di Warung Buncit, Jakarta Selatan
- Rumah di komplek LAN, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan
- Tanah dan bangunan di Bekasi
- Perkebunan di Riau senilai Rp90 miliar
- Mobil Toyota Alphard Vellfire
- Ruko di Riau
- Puluhan rekening bank yang berisi uang ratusan miliar rupiah
- Aset yang tidak jadi dirampas oleh lembaga antirasuah ini dan dikembalikan lagi kepada Nazar adalah lahan kelapa sawit, unit Apartemen Rasuna, asuransi AXA, rekening di Bank Mandiri, jam tangan dan satu unit rumah di Alam Sutera.
Dalam kasus ini juga, Nazar didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di beberapa perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi. Pembelian itu dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia yang tergabung dalam Permai Grup. Adapun saham yang turut dibeli oleh Nazarudin adalah saham milik PT Garuda Indonesia sekitar tahun 2011 dengan menggunakan anak perusahaan Permai Grup.
Untuk kasus ini, Nazar telah divonis enam tahun penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)Jakarta. Dia juga diharuskan membayar denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Putusan ini diketok hakim pada 15 Juni 2016.
Selain kasus ini, Nazar juga terlibat kasus korupsi wisma atlet, yang telah divonis di Pengadilan Tipikor pada 20 April 2012. Hakim menjatuhkan vonis pidana 4 tahun 10 bulan dan denda Rp200 juta kepada Nazar.
Dalam persidangan ini, dia terbukti menerima suap sebesar Rp4,6 miliar yang saat itu berupa cek dan diserahkan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris kepada dua pejabat keuangan Grup Permai yaitu Yulianis dan Oktarina Fury. Nazaruddin juga dinilai punya pengaruh agar PT DGI menang lelang proyek senilai Rp191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Hukuman Nazar dalam kasus ini diperberat menjadi 7 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA). Selain itu MA juga menambah hukuman denda menjadi Rp300 juta.
Dari akumulasi hukuman ini, seharusnya Nazaruddin dinyatakan bebas pada tahun 2025. Tapi nyatanya Nazar bisa bebas di tahun 2023 setelah mendapat remisi selama 28 bulan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan, disebutkan remisi diberikan ketika narapidana yang memenuhi syarat dinantaranya berkelakuan baik selama dalam binaan lapas.
Untuk remisi narapidana korupsi dan narkotika ada syarat khusus yaitu bersedia bekerjasama dengan penegak hukum. Selain itu, untuk narapidana kasus korupsi disyaratkan membayar lunas denda dan uang pengganti dari putusan pengadilan.
Nazaruddin pun disebutkan telah memiliki status sebagai Justice Collaborator yang diberikan oleh KPK karena membantu pengungkapan beberapa kasus lain meski ada beberapa kasus yang ikut menyeret namanya seperti proyek pengadaan e-KTP. Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto disebutkan bahwa mantan Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat itu menerima uang sebesar Rp574 juta bersama Anas Urbaningrum.