“Nampaknya calon-calon kepala daerah seperti membaca peluang bahwa kalau penonjolan (politik identitas) itu digunakan mereka bisa menarik massa,” ujar
pakar komunikasi politik Universitas Jayabaya, Lely Arrianie, kepada era.id, Selasa (13/2/2018).
Lely mengatakan, politik identitas membuat masyarakat terkotak-kotak. Saat sudah terkotak, akan sangat mudah menyulut perselisihan hingga dapat berujung bentrokan fisik. Menurut Lely, pemerintah harus hadir dalam setiap permasalahan di negara ini. Selain itu, harus ada juga jaminan proses demokrasi berlangsung fair dan menutup ruang penyebaran kebencian.
“Kalau mereka merebut kekuasaan dengan cara seperti itu, suatu saat nanti mereka akan mempertahankan dengan cara yang seperti itu juga,” tutur Lely.
Jadi, menurut Lely, pemerintah harus tegas menangani kecenderungan kelompok tertentu mengadu domba dan menggunakan cara-cara kekerasan untuk kepentingan politiknya. Selain itu, menurut Lely, semua pihak harus diajak menjaga keberagaman dan pihak yang menyebarkan kebencian dan kekerasan.
“Tunjukkan bahwa mereka benar-benar bersalah, tidak mungkin semuanya tidak mendukung pemerintah, kan? Ada juga yang melihat ini sebagai sisi positif karena mereka juga ingin melihat aman di negaranya,” ujar Lely.
Secara terpisah, Direktur Populi Center, Usep S Ahyar menyampaikan, jika isu sudah berkembang semakin sulit dilakukan pencegahan. Menurut dia, sangat mungkin ada kelompok tertentu yang memanfaatkan kondisi untuk tujuan politik.
“Kalau menurut saya segera selesaikan isu ini walaupun harus hati-hati karena ini menyangkut isu SARA yang bisa melebar ke mana-mana. Tinggal tegas saja,” imbuh Usep.