Operasi 'Senyap' yang 'Berisik'

| 29 Mar 2018 13:42
Operasi 'Senyap' yang 'Berisik'
Ilustrasi (era.id)
Masih dalam bahasan Era Kebebasan Semu. Kemarin, kami menyajikan, Harimau Mengaum, Kafilah Berlalu. Isi artikel itu menceritakan bagaimana sebuah krisis diciptakan sebagai langkah pemenangan pemilu. Kali ini era.id mengupas tentang pembentukan opini publik dari perspektif spiral of silence. Sebuah teori yang membawa suara minoritas yang tidak berani bersikap. Mari simak artikel kami.

Jakarta, era.id - Seorang pimpinan di salah satu organisasi membuat sebuah kebijakan baru, menambah frekuensi rapat dari yang satu kali dalam seminggu menjadi tiga kali dalam seminggu. Dengan berbagai alasan, mayoritas anggota dari organisasi tersebut tidak sepakat. Namun, mereka belum berani untuk menyampaikan keberatannya. Mereka memilih diam.

Kira-kira itu adalah gambaran sederhana dari teori yang menyingkap soal pembentukan opini publik, spiral of silence

Dikutip dari situs communicationtheory.orgspiral of silence menggambarkan tentang suatu pandangan yang mendominasi pandangan publik dan pandangan minoritas jadi menghilang karena pengikutnya memilih diam. 

Mudahnya begini, orang-orang merasa takut enggak ditemenin sama teman-temannya karena punya pandangan yang beda dari pandangan mayoritas.

Teori ini dicetuskan oleh Elisabeth Noelle-Neumann pada tahun 1974. Dia merupakan seorang sosiolog, pakar politik dan jurnalis Nazi Jerman. 

Sementara itu, dikutip dari noelle-neumann.de, spiral of silence adalah teori yang berlabuh dalam psikologi sosial, teori ini menjelaskan bagaimana opini dapat terbentuk, terutama dalam debat-debat yang bermuatan moral dan emosional. 

Ada beberapa hipotesis yang berusaha diungkap lewat teori spiral of silence ini. Teori ini mengatakan, kebanyakan orang takut akan isolasi sosial. Oleh karena itu, orang terus-menerus mengamati perilaku orang lain untuk mencari tahu pendapat tentang persetujuan atau penolakan di ruang publik.

Orang menggunakan "tekanan isolasi" pada orang lain, misalnya, dengan mengerutkan kening atau berpaling ketika seseorang mengatakan atau melakukan sesuatu yang ditolak oleh opini publik. Dengan begitu, orang-orang jadi cenderung menyembunyikan pendapatnya ketika mereka akan mengekspos dirinya ke "tekanan sosial". 

Lebih lanjut teori ini mengungkap, orang yang merasa didukung publik, sebaliknya, cenderung mengungkapkan pendapat mereka dengan keras dan jelas. Ekspresi pendukung opini di satu sisi dan keheningan di sisi lain membuat spiral keheningan bergerak membesar ke atas. Jika dibayangkan akan membuat spiral mirip angin tornado.

(Infografis/era.id)

Kontestasi politik dalam memperebutkan kursi pemimpin di Indonesia semakin dekat, orang-orang yang ingin menduduki kursi pemimpin minimal harus menguasai opini publik, agar dapat terpilih pada pemilu mendatang. 

Berbagai manuver sudah banyak dilakukan oleh para elite politik negeri, mulai dari yang senyap seperti mengunjungi makam pahlawan sekaligus berikhtiar maju dalam kontestasi cawapres, hingga yang berisik dengan mengatakan Indonesia akan bubar pada tahun tertentu.

Beberapa hari yang lalu, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto membuat ramai jagat Indonesia karena pidatonya yang menyebut Indonesia akan bubar pada 2030. Meskipun belakangan Prabowo mengatakan bahwa pidatonya bersumber dari sebuah novel karangan P.W. Singer dan August Cole yang berjudul A Novel of The Next World War: Ghost Fleet (2015), berita soal bubarnya Indonesia itu cukup buat memancing kegaduhan.

Berdasarkan survei yang dirilis dari berbagai lembaga riset di Indonesia sebagian besar mengatakan, elektabilitas Jokowi masih mengungguli Prabowo. Pertarungan Jokowi versus Prabowo nampaknya akan menarik pada pilpres 2019. 

Jika dilihat dari perspektif teori spiral of silence, suara pendukung masing-masing kubu akan berebut menjadi mayoritas untuk memenangkan jagoannya. Memang, saat ini, elektabilitas Jokowi masih di atas angin, tetapi jika Prabowo maju, tentu dia akan berusaha melampaui suara Jokowi saat ini.

Lantas, siapa yang akan menjadi suara mayoritas?

Rekomendasi