Menurut Saut, politik uang akan menjauhkan Indonesia dari demokrasi. Ia menyebut, konteks demokrasi yang sebenarnya adalah masyarakat bebas memilih tanpa adanya iming-iming pemberian tertentu.
“Kalau kita mau negara sejahtera, baik yang dipilih dan pemilih dalam konteks demokrasi harus jauh dari perilaku politik uang,” kata Saut kepada era.id melalui pesan singkat, Selasa (26/6/2018).
Baca Juga: Pilkada Jangan Sampai Memecah Bangsa
Saut menilai, politik uang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Lebih lanjut, hal ini akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
"Kepemimpinan bisa menyimpang, dan yang menderita dan tidak sejahtera ya pasti masyarakat,” ungkapnya.
Saut menilai bila uang maupun benda-benda lain dijadikan syarat untuk memproduksi demokrasi, maka, bisa dipastikan hal itu akan mengganggu pembangunan yang berlanjut di daerah masing-masing cakada. Buntutnya, integritas akan goyah dan rakyat menjadi korban.
Sebelumnya, KPK melalui Juru Bicaranya juga mengingatkan agar masyarakat tidak memilih calon kepala daerah berdasarkan iming-iming uang. Sebab, hal itu berbahaya bagi kepemimpinan ke depan.
“Itu berbahaya sekali bagi masyarakat di daerah tersebut atau pun bagi pemimpin yang akan memimpin lima tahun ke depan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Senin (25/6).
Baca Juga: Pilkada 2018, Jangan Kasih Ruang Serangan Fajar
Dalam kesempatan itu, Ia juga mengimbau agar masyarakat bersungguh-sungguh dalam memilih kepala daerah sehingga bisa membangun daerahnya selama lima tahun ke depan.
“Jadi masyarakat pilihlah pimpinan yang benar bisa menyejahterakan masyarakat. Kami merekomendasikan dan mengingatkan jangan sampai kita memilih berdasarkan preferensi politik uang. Karena akan merugikan masyarakat sendiri,” imbau Febri.