Tahan Kenaikan Harga BBM Dinilai Kebijakan Populis

| 06 Mar 2018 12:39
Tahan Kenaikan Harga BBM Dinilai Kebijakan Populis
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, berencana menahan harga bahan bakar minyak subsidi (solar dan premium) serta tarif dasar listrik (TDL) agar tidak naik hingga 2019.

Di tengah tren kenaikan harga minyak dunia, ekonom dari Indef, Rusli Abdullah, menilai kebijakan pemerintah menahan harga solar, premium, dan TDL hingga 2019 adalah kebijakan populis.

"Jelas ini kebijakan yang populis, karena faktanya harga minyak kan meningkat," ujar Rusli ketika dihubungi era.id di Jakarta hari ini (6/3).

Kementerian ESDM berencana menggelontorkan subsidi BBM menjadi Rp750 per liter. Sebelumnya, subsidi untuk BBM jenis solar adalah Rp500 per liter yang jika dikali 16 juta kiloliter mencapai Rp8 triliun per tahun.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan bakal membicarakan kebijakan tersebut dengan Komisi VII DPR. 

Sementara itu, terkait dengan tarif dasar listrik, Rusli mengatakan kebijakan pemerintah menahan harga listrik di tengah terbatasnya penerimaan pemerintah akan membebani APBN. Menurut dia, harga batu bara yang saat ini jaraknya semakin jauh dari harga acuan yang ditetapkan PLN bakal memberatkan pemerintah.

"Februari, harga acuan batu bara dari kementerian ESDM 94,58 dolar AS per ton padahal PLN hanya mematok 70 dolar AS per ton, ini ada gap yang tinggi sekali," ucap Rusli. 

Penetapan tarif listrik dilakukan tiga bulan sekali dan untuk tarif per 1 Januari sampai 31 Maret 2018 dinyatakan tetap, yakni sama dengan periode tiga bulan terakhir pada tahun ini. 

Dengan ketetapan tersebut, dilansir dari situs resmi PLN, maka besaran tarif rata-rata untuk beberapa pelanggan listrik adalah sebagai berikut:

1. Rumah tangga 450 VA, tetap sebesar Rp 415 per kWh.

2. Rumah tangga 900 VA tidak mampu, tetap sebesar Rp 586 per kWh.

3. Rumah tangga 900 VA mampu, tetap sebesar Rp 1.352 per kWh.

4. Pelanggan non subsidi (tariff adjustment), tetap sebesar Rp 1.467,28 per kWh.