EDITORIAL: Besarnya Ketokohan Rizieq Shihab karena Andil Pemerintah Juga

| 18 Nov 2020 20:15
EDITORIAL: Besarnya Ketokohan Rizieq Shihab karena Andil Pemerintah Juga
Ilustrasi Rizieq Shihab (Ilham Amin/ERA.id)

ERA.id - Pengembaraan Rizieq Shihab ke Negara Minyak selama 3,5 tahun tak membuat ketokohannya memudar begitu saja. Sepulangnya dari Arab Saudi sejumlah agenda yang dihadirinya selalu mendapat antusias besar dari masyarakat. Para pemuda, orang tua, hingga anak-anak tampak khusyuk mendengar setiap kata yang keluar dari mulut sang habib dalam beberapa pertemuan.

Celakanya, Rizieq --bahkan berserta tokoh dan pengikut dalam lingkarannya-- tak berhenti melontarkan kritik pedas dan cenderung provokatif kepada pemerintahan Jokowi. Terbaru ia menanggapi soal Prajurit TNI Serda BDS yang dihukum lantaran menyambut kepulangannya dari Arab Saudi.

Tak berhenti di situ, Rizieq pun menyinggung soal kebijakan pemerintah dan DPR yang mengesahkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Ia bahkan menyamakan polemik berubah-ubahnya halaman dalam draft UU Cipta Kerja seperti halnya kuitansi di warung kopi (warkop).

Menurut Rizieq undang-undang sapu jagat tersebut dibuat dengan proses yang lucu.

"Indonesia bikin undang-undang, namanya omnibus law. Niatnya sih bagus katanya, katanya. Untuk mempermudah dan memperlancar dunia usaha katanya. Untuk meringkaskan lebih dari 70 undang-undang dalam satu undang-undang saja, katanya. Lalu bagaimana sikap kita, ya kalau untuk kebaikan sih, enggak ada masalah. Cuma yang jadi masalah, Saudara, ini undang-undang prosesnya lucu," kata Rizieq di Jalan KS Tubun, Petamburan, Jakarta Pusat, Minggu (15/11/2020) dini hari.

Pria kelahiran Jakarta 55 tahun silam tersebut juga sempat menyinggung sikap pihak kepolisian yang mengamankan rumah artis Nikita Mirzani dengan mengatakan, "Lont* hina habib dijaga polisi Mestinya lont* yang hina habib, hina ulama, tangkap! Bukan dijagain. Ditangkap enggak, malah dijagain. Jangan-jangan minta jatah kali."

Sejak Rizieq menginjakkan kaki di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 10 November 2020 pemerintah seperti "macan ompong" yang kehilangan taringnya. Para pendukung Rizieq telah membuat bandara yang terletak di Tangerang, Banten, itu lumpuh. Lalu lintas penerbangan juga hampir 100 persen tertunda. Belum lagi mempertimbangkan massa yang berjubel di tengah pandemi COVID-19.

Rizieq Shihab menyapa para pengikut menyambut kepulangannya (Irfan Meidianto/ERA.id)

Pemerintah DKI Jakarta sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat pun setali tiga uang. Cuma memberikan sanksi berupa denda Rp50 juta kepada pentolan FPI itu. Sebuah angka yang tak sebanding dengan nilai sehat dan nyawa masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan.

Tertutupnya ruang dialog antara FPI dengan pemerintah Jokowi disinyalir menjadi keretakan hubungan keduanya, dan sialnya ini malah membuat ketokohan Rizieq Shihab semakin membesar. Sejak mulai menjabat sebagai presiden ke-7 Indonesia pada 20 Oktober 2014, Jokowi memang tak pernah memberi kesempatan untuk duduk bersama oleh FPI-- yang notabene sebagai oposisi. Padahal sejumlah kritik dan provokasi tak berhenti terlontar dari organisasi yang berdiri sejak 17 Agustus 1998 itu.

Sejak menjadi orang nomor satu di Indonesia, Jokowi sibuk merangkul lawan politik dan membuat gemuk koalisi dengan kehadiran banyak parpol. Tanpa sadar organisasi macam FPI yang sudah terlanjur dikenal memiliki track record kurang baik malah diabaikan. Bahkan untuk sekadar mengakomodir keinginan ataupun membuka ruang dialog.

Jokowi harusnya berkaca pada Soekarno bagaimana merangkul komunis lewat Nasakomnya (Nasionalisme, Agama, dan Komunis). Walaupun sejumlah pihak menyebut Bung Karno beraliran komunis. Namun, setidaknya ia berhasil menyatukan tiga kekuatan politik selama bertahun-tahun.

Sejarawan sekaligus penulis buku, Peter Kasenda mengatakan alasan Bung Karno terkesan melindungi PKI bukan karena ia ingin berhadap-hadapan dengan TNI. Tapi karena dia selalu terpukau Leninisme dan Marxisme walaupun Soekarno bukan PKI.

Alasan lain mengapa Bung Karno tak mau membubarkan PKI karena sejak awal Soekarno melihat bahwa komunis adalah sebuah kekuatan yang diperlukan untuk menggerakkan dan memelihara Revolusi Indonesia. Pandangan yang demikian sudah lama dianut oleh Bung Karno. Di dalam Buku Dibawah Bendera Revolusi Jilid I, ditemui artikel yang ditulis Bung Karno Tahun 1926 .

Sekali lagi besarnya ketokohan Rizieq Shihab ini terjadi karena andil pemerintah juga. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fachri Ali menilai masyarakat kian akrab dengan nama pentolan FPI tersebut. Ini juga disebabkan sosok Rizieq yang dianggap ditunggu umat Islam, di tengah minimnya kepedulian kelompok elite terhadap masyarakat.

FPI besutan sang habib yang semula hanya fokus pada aturan yang berbau syariat Islam pun kini semakin melek isu nasional. Polemik UU Cipta Kerja yang digelorakan buruh dan mahasiswa tak ketinggalan disuarakan organisasi yang memiliki pandangan islamisme konservatif ini. Jika pergerakan FPI tak juga dilirik dan jadi perhatian pemerintah, tak menutup kemungkinan jika massa FPI kian bertambah dengan hadirnya pendukung dari buruh dan mahasiswa.  

Nasi sudah menjadi bubur, massa pendukung Rizieq Shihab sudah tak terukur. Pada 2014 Ketua Majelis Syura DPP FPI Muhsin Ahmad Al-Attas mengklaim jumlah mereka telah mencapai 7 juta orang. Bagaimana dengan sekarang? Usulan tokoh Islam KH Syukron Ma'mun untuk membuka dialog antara FPI dengan pemerintah sepertinya perlu dipertimbangkan.

Upaya rekonsiliasi --meski Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku bahwa pemerintah tak ada masalah dengan Rizieq Shihab-- yang digulirkan Rizieq Shihab bersama kelompoknya pada akhirnya jauh panggang dari api, jika pintu dialog antar keduanya tak pernah terjadi.

Rekomendasi