Belum Usai Varian Delta, Muncul Lagi Varian Covid-19 Delta Plus, Bikin Bingung Ilmuwan

| 24 Jun 2021 13:44
Belum Usai Varian Delta, Muncul Lagi Varian Covid-19 Delta Plus, Bikin Bingung Ilmuwan
Ilustrasi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. (Foto: Istimewa)

ERA.id - Kementerian Kesehatan india telah mengidentifikasi varian Covid-19 Delta plus sebagai perkembangan varian Delta yang oleh ilmuwan dikategorikan sebagai 'varian yang mengkhawatirkan'. Namun, kalangan akademisi masih belum bisa bersikap akibat minimnya data.

Dilansir dari BBC, (24/6/2021), Kemenkes India menyebut varian Delta plus - atau disebut AY.1 - lebih mudah menyebar, lebih mudah terikat ke sel paru-paru, dan kemungkinan kebal terhadap terapi antibodi monoklonal, yaitu obat antibodi penetral virus yang biasanya diberikan melalui infus.

Varian tersebut terkait dengan varian Delta yang pertama kali ditemukan di India tahun lalu dan diduga memicu gelombang kedua Covid-19 yang mematikan di negara tersebut.

BBC menyebut Kemenkes India telah menemukan varian Delta plus sejak April. Sampel ditemukan di enam distrik di tiga negara bagian - Maharashtra, Kerala, dan Madhya Pradesh. Setidaknya, 16 dari 40 sampel varian Delta plus ditemukan di Maharashtra, salah satu negara bagian Indiayang paling terdampak pandemi.

Delta plus juga sudah ditemukan di sembilan negara lainnya, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Portugal, Swiss, Jepang, Polandia, Nepal, Rusia, dan China.

BBC memaparkan bahwa kalangan pakar virus masih mempertanyakan perlunya memasukkan varian Delta plus ke kategori 'varian yang mengkhawatirkan'. Minim data disebut sebagai alasannya.

"Saat ini belum ada data yang mendukung klaim varian itu mengkhawatirkan," sebut Dr Gagandeep Kang, virolog dan peneliti di Royal Society of London, dikutip BBC.

"Anda perlu informasi biologis dan klinis untuk bisa menentukan apakah ini sungguh-sungguh varian yang mengkhawatirkan."

Artinya, pemerintah India perlu mengumpulkan lebih banyak data yang bisa menggambarkan apakah varian ini bisa dinetralisir oleh vaksin-vaksin Covid-19 yang tersedia.

Data dalam skala besar juga dibutuhkan terkait level penularannya, kesulitan identifikasinya, dan apakah varian ini menimbulkan gejala yang lebih parah.

"Anda perlu meneliti ratusan pasien yang terinfeksi varian ini dan mencermati apakah mereka memiliki risiko penyakit lebih berat daripada varian yang lebih awal," sebut Dr Kang.

Pakar virus dari Louisiana State University, Dr Jeremy Kamil, menambahkan bahwa bahkan dengan 166 sampel varian Delta plus yang sudah tersedia di basis data global GISAID, "kita belum punya cukup alasan untuk mengatakan varian ini lebih berbahaya daripada varian Delta."

BBC menyebut bahwa varian Delta plus mengalami mutasi tambahan - dengan kode K417N - di bagian 'spike' virus. Mutasi ini sudah ditemukan di varian Beta dan Gamma, yang pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan dan Brazil.

Varian Beta diduga memicu tingkat opname dan kematian akibat infeksi Covid-19 selama waba gelombang pertama di Afrika Selatan. Sementara, varian Gamma disebut memiliki tingkat penularan yang tinggi, seperti disebut di BBC.

Rekomendasi