Sebuah Panduan Membaca Google Maps Agar Tidak Tersesat

| 12 Jan 2023 12:12
Sebuah Panduan Membaca Google Maps Agar Tidak Tersesat
Ilustrasi. (ERA/Luthfia)

ERA.id - Hari ini bukan hanya mi yang instan, segala hal juga berubah jadi serba instan. Dahulu informasi kita dapat dari langganan surat kabar atau baca berbuku-buku di perpustakaan, kini tinggal buka Twitter. Dahulu ada istilah ‘malu bertanya sesat di jalan’, karena kemampuan membaca peta harus dikoreksi ke warga setempat agar tidak nyasar. Kini, bermodal kuota dan Google Maps, kita seakan bisa pergi ke mana saja. 

Namun, Google Maps hanya menawarkan navigasi instan dan bukannya jaminan sampai ke lokasi tujuan. Hal ini yang mungkin sering kita lupakan. Ibarat pisau bermata dua, Google Maps bisa mempercepat kita sampai tujuan, atau sebaliknya, membuat kita tersesat dan muter-muter di jalan.

Perangkat yang makin canggih harusnya menuntut penggunanya makin cerdas, smartphone for smart people. Toh nyatanya manusia makin dimanjakan teknologi dan hanya segelintir yang belajar. Jika kita masih sering disesatkan Google Maps, bisa jadi kita satu dari sekian orang yang tidak belajar itu. 

Mungkin ada yang bertanya-tanya bagaimana caranya menghilangkan kutukan gagal baca Google Maps tersebut? Beruntunglah, kamu sedang berada di tempat yang tepat. Baca baik-baik petunjuk di bawah, jangan berhenti sampai di sini. Dan kalau nanti manjur, jangan berhenti di kamu!

Sedia payung sebelum hujan, pastikan semua aman sebelum jalan

Orang bijak pernah berkata: Terburu-buru itu asalnya dari setan. Dan setan –seperti sama-sama kita tahu– kerjanya menyesatkan manusia. Percayalah, tak ada yang berakhir baik dari sesuatu yang dikerjakan terburu-buru, termasuk perjalanan. Ini dia aturan penting yang harus ditaati pengabdi Google Maps: jangan berangkat sebelum memastikan semua aman, dari settingan navigasi hingga pilihan jalur.

Pertama, jangan sampai salah pilih mode kendaraan di Google Maps. Pengendara motor jangan keliru pilih settingan buat mobil, begitu juga sebaliknya. Ini sumber petaka awal para pengguna Google Maps. Salah-salah kita bisa diarahkan ke jalan toll pas naik motor, atau sebaliknya, lewat jalan tikus yang hanya bisa dilalui motor pas naik mobil. Siapa yang salah kalau sudah begitu?

Tampilan Google Maps, jangan sampai salah pilih settingan.

Kedua, Google Maps selalu merekomendasikan jalur tercepat tanpa mempertimbangkan kondisi riil di jalan. Ini patut diperhatikan buat pengendara mobil. Google Maps mungkin bisa mengantisipasi kemacetan hingga kecelakaan yang terjadi, tapi ia tak peduli jika harus mengarahkan penggunanya ke jalur alternatif yang super sempit dan tak layak dilewati mobil. Entah ke gang-gang kampung, perumahan yang penuh portal sana-sini, jalur tepi jurang, hingga jalan buntu.

Makanya, sebelum buru-buru injak pedal gas, ada baiknya kita cek dulu jalur-jalur yang disarankan Google Maps. Kalau arahnya sudah meliuk-liuk seperti ular, penuh kelokan tajam yang mencurigakan, mending pilih yang lain. Jangan lupa juga memasukkan alamat dengan benar!

Terakhir, yang perlu diantisipasi sebelum berangkat adalah kuota dan sinyal. Google Maps menawarkan jasa navigasi offline untuk menghindari kehabisan kuota dan kehilangan sinyal di jalan. Kita bisa memanfaatkan itu buat ngurangin rasa was-was pas berkendara. Jangan sampai kita di-ghosting Google Maps pas setengah perjalanan gara-gara sinyal hilang.

Jangan terpaku Google Maps dan tetap perhatikan rambu-rambu jalan

Takuan Soho, seorang biksu Buddha dalam novel grafis Vagabond bilang begini kepada muridnya, “Terlalu fokus dengan sehelai daun, kamu takkan melihat pohon. Terlalu fokus dengan sebatang pohon, kamu takkan melihat hutan.”

Meski ia hanya tokoh di cerita fiksi, pesan Takuan tadi bisa kita refleksikan ke berbagai hal, tak terkecuali dalam perjalanan. Boleh-boleh saja bergantung kepada Google Maps, tapi jangan sampai perhatian kita fokus sepenuhnya ke sana.

Sejauh pengalaman kami, Google Maps punya kelemahan saat bertemu dengan bundaran, flyover/underpass, dan jalur bercabang lain. Misalnya, saat kita asyik berkendara, tiba-tiba di depan sana jalannya bercabang jadi tiga: jalur sebelah kiri, underpass di tengah, dan jalur sebelah kanan. 

Alih-alih memberikan arahan yang pasti macam ‘masuk ke underpass, jangan belok ke mana-mana’, Google Maps rata-rata hanya akan memberi instruksi mengambang begini: terus lurus. Bingung kan? Terus lurus itu ke mana? Ambil jalur kiri, kanan, atau masuk underpass?! Kalau sedari awal kita hanya fokus ke Google Maps dan melewatkan perhatian ke sekitar, kita hanya bisa menebak-nebak dan berdoa semoga pilihan kita benar. 

Contoh petunjuk arah yang tak boleh diabaikan saat berkendara. (Istimewa)

Maka dari itu, penting untuk memperhatikan rambu-rambu jalan. Memakai Google Maps bukan berarti kita boleh buta sama sekali dengan arah tujuan kita. Jangan abaikan petunjuk arah yang ada di mana-mana, itu berguna sebagai kompas kedua kita. Kemarin sempat ramai ada dua sejoli dari Klaten yang mau pergi ke Jogja bermodalkan Google Maps, gara-gara mengabaikan papan petunjuk yang bertebaran, mereka bablas sampai ke Solo. Kok bisa?

Lebih baik baca sendiri Google Maps selagi memungkinkan

Kesalahan lain yang sering dilakukan pengguna Google Maps adalah memasrahkan navigasi ke rekan seperjalanannya. Mungkin maksudnya bagus, biar tidak hilang fokus berkendara. Padahal, mendengar arahan orang sama-sama merepotkannya dengan membaca Google Maps sendiri, atau malah lebih menyusahkan!

Tabiat rata-rata penumpang yang membacakan Google Maps adalah tidak memposisikan diri sebagai pengemudi. Walhasil, mereka suka tiba-tiba memberi instruksi buat belok tanpa aba-aba. Ditambah lagi, sering kali mereka sebagai penumpang nyambi scroll-scroll Instagram yang membuat fokus mereka teralihkan dari membaca Google Maps.

Maka sebaiknya baca sendiri Google Maps! Setidaknya dengan begitu, pengendara bisa mengira-ngira kapan harus minggir, menepi, dan siap-siap belok. Sama halnya dengan melihat kaca spion, kita bakal lebih yakin dan nyaman saat melihatnya sendiri, kan?

Bagi pengendara motor yang tak bisa lepas dari Google Maps, beli phone holder boleh dibilang wajib hukumnya kalau tak mau terus-terusan minggir di jalan buat ngecek posisi. Dan jaga-jaga juga, selalu bawa earphone untuk navigasi suara kalau-kalau turun hujan.

Contoh penggunaan phone holder untuk navigasi di motor. (Istimewa)

Itu tadi beberapa hal yang harus jadi perhatian kita sebagai pengguna Google Maps. Perlu diingat juga, tak ada yang sempurna di dunia, entah itu manusia atau mesin buatan mereka. Ketika kita mulai hilang arah dalam perjalanan dan Google Maps tiada membantu, jangan sungkan untuk bertanya kepada orang sekitar. Ingat pesan lama orang tua yang sudah disinggung sebelumnya: Malu bertanya sesat di jalan!

Rekomendasi