Menelusuri Jejak Rekam Band Legendaris Deep Purple

| 04 Dec 2018 13:02
Menelusuri Jejak Rekam Band Legendaris Deep Purple
Deep Purple (Foto: Twitter @deeppurpleofficial)
Jakarta, era.id - Hari ini 43 tahun lalu, band hard rock asal Inggris Deep Purple menjejakkan kakinya di Jakarta, menggelar konser akbar selama dua hari di Stadion Utama Senayan dengan formasi MK IV: David Coverdale (vokal), Tommy Bolin (gitar), Glenn Hughes (bass), Jon Lord (kibord) dan Ian Paice (drum). Tapi, kami tidak akan mengulas tentang jalannya konser mereka lantaran sudah terlalu banyak media yang menulis kisah ini. Kami ingin membahas sepak terjang band legendaris ini secara global. Simak kisahnya.

Gara-Gara Smoke on the Water

Era kejayaan Deep Purple memang muncul saat mereka merilis album In Rock (1970). Namun para kritikus musik justru menganggap Fireball (1971) dan Machine Head  (1972) sebagai album rock terbaik di masa itu. Lewat hits Smoke on the Water dan Highway Star permainan gitar Ritchie Blackmore yang sesungguhnya mulai keluar di sini. Namun setelah masa-masa itu persahabatan kelima personelnya pecah. Dan semua berawal dari lagu Smoke on the Water.

 

Deep Purple merupakan sekumpulan orang jenius namun mereka tak mengenal pribadi satu sama lain. Pasalnya, setelah merilis Fireball dan Machine Head--dua album terkenal yang membawa mereka ke puncak ketenaran dunia--mereka bukannya makin kompak, tapi malah mengalami banyak goncangan internal. 

Bassis Roger Glover mengatakan, “Gara-gara jatah rejeki royalti Smoke on the Water-lah, hubungan antarpersonel menegang. Masing-masing mempertanyakan jatah rejeki kawan-kawannya, sama-sama mempertanyakan: “Kenapa bagian saya mesti sama dengan bagian dia?”; “Kenapa bagian dia lebih besar sedangkan kerja saya lebih keras dari dia?”.

 

“Semua merasa punya andil untuk lagu tersebut. Dan memandang apa yang disumbangkan orang lain enggak ada artinya,” kata Glover lagi. 

Sejak ribut-ribut soal jatah rejeki tadi, yang paling kentara mengemuka ke depan publik adalah perseteruan gitaris Ritchie Blackmore dan vokalis Ian Gillan. Pada 9 Desember 1972, Gillan mengirimkan surat pengunduran diri dalam bentuk telegram ke manajemen Deep Purple yang isinya menyebut Deep Purple sudah menjadi “mesin membosankan yang sudah tidak lagi inovatif”. Tapi, Gillan tetap mau menjalankan kewajibannya untuk menyelesaikan tur yang sudah keburu dirancang sampai akhir 1973.

Kisah Deep Purple Mark IIa berakhir pas mereka manggung di Koseinenkin Hall, Osaka, Jepang, 29 Juni 1973. Gillan tiba-tiba memasang pagar berduri di sekitarnya, membuat Ian Paice sang drumer kesal, sampai-sampai snare cadangannya ditendang ke ujung panggung. Ian Paice, Jon Lord dan Ritchie Blackmore pun lantas meninggalkan panggung. Gillan dan Glover yang sempat bengong akhirnya ikut cabut. Suasana panas. Penonton nyaris ngamuk, tapi kemudian baru menyadari: Deep Purple Mark IIa sudah tamat.

 

Bergabungnya vokalis David Coverdale dan bassis/vokalis Trapeze Glenn Hughes, memang membuahkan album heavy blues rock, Burn, salah satu album tersukses Deep Purple. Namun Coverdale dan Hughes kemudian menambahkan elemen r&b/soul yang kental ke dalam komposisi musik Deep Purple dalam album berikutnya, Stormbringer. Ritchie Blackmore tidak menyukai sound jenis ini, kemudian ia meninggalkan Deep Purple pada 1975 untuk membentuk Rainbow. 

Rainbow mewakili permainan dan jiwa musik Ritchie yang sesungguhnya. Skill gitar Blackmore seperti arpeggio yang cepat, whammy bar, tremolo picking serta economical picking tumpah ruah tak terbendung di lagu-lagu Rainbow.

Kepergian Ritchie Blackmore membuat Deep Purple merekrut Tommy Bolin, gitaris Amerika yang pernah bergabung dengan Zephyr, James Gang, dan Billy Cobham. Meski Bolin dianggap belum siap menggantikan nama besar Blackmore dan sering mendapat ejekan dari penonton dalam beberapa pertunjukan karena permainannya tidak stabil, formasi bersama David Coverdale (vokal), Glen Hughes (bass), Jon Lord (kibord), dan Ian Paice (drum) inilah yang membawa mereka ke Indonesia 43 tahun silam.

Sayangnya, kecanduan Bolin atas heroin juga memperparah keadaan. Dan setelah tur traumatis Come Taste The Band mereka bubar. Tidak lama setelah itu, Tommy Bolin meninggal dunia akibat overdosis heroin dalam perjalanan tur mendukung Jeff Beck.

 

Nobody’s Perfect

Deep Purple resmi dibentuk kembali pada April 1984. Pernyataan pembentukan kembali dilontarkan The Friday Rock Show BBC, bahwa line-up klasik awal 70an yang terdiri dari Blackmore, Gillan, Glover, Lord dan Paice telah dibentuk kembali dan mulai merekam materi baru. Band menandatangani kontrak dengan Polydor di Eropa dan Mercury di Amerika. Oktober 1984, album Perfect Strangers dirilis dan didukung tur dari New Zealand sampai ke Eropa.

Tahun 1987, line-up ini kembali membuat album The House of Blue Light dan mengadakan tur meskipun penjualan agak menurun. Beberapa show direkam untuk album konser Nobody’s Perfect pada 1988. Dan di tahun yang sama di UK, mereka merilis versi baru Hush untuk merayakan 20 tahun terbentuknya Deep Purple. Tapi, pada 1989, Ian Gillan dipecat akibat ketidakakuran dengan Ritchie Blackmore dan posisinya diganti bekas vokalis Rainbow, Joe Lynn Turner. 

Line-up ini menghasilkan album Slaves and Masters dan sebuah tur. Namun setelah tur, Turner dipecat dari band berhubung Lord, Paice dan Glover menginginkan Gillan kembali. Blackmore mengalah dan line-up klasik ini dibentuk kembali dan membuat The Battle Rages On pada 1993.

Memang tak ada yang sempurna, selama tur Eropa musim gugur 1993 yang sukses, ketegangan antara Gillan dan Blackmore kembali muncul dan kali ini Blackmore yang hengkang. Pada 1993 ketika Deep Purple mengadakan tur dunia, Blackmore resmi mengundurkan diri lagi di tengah-tengah rangakaian konser yang berlangsung di Eropa.

Alhasil, posisi Blackmore yang meninggalkan sebagian tur yang belum diselesaikan akhirnya diisi oleh Joe Satriani. Satriani bergabung hingga tur Eropa 1994 selesai dan sewaktu diajak untuk menetap di Deep Purple, dia menolak karena ingin meneruskan karier solo.

Band kemudian mendapatkan Steve Morse, gitaris Dixie Dregs, untuk menjadi pengganti Blackmore yang permanen. Kelar urusan gitaris, pada 2002 giliran Jon Lord yang memutuskan pensiun dari band demi berkonsentrasi penuh pada proyek solonya (kini Lord sudah meninggal). Penggantinya bukanlah orang baru di jagat rock dunia, Don Airey eks kibordis Thin Lizzy dan Whitesnake. 

Deep Purple kini masih aktif, dengan formasi Ian Gillan (vokal), Steve Morse (gitar), Don Airey (kibord), Roger Glover (bas), dan Ian Paice (drum). Sepanjang perjalanan kariernya, band ini telah menghasilkan 20 album studio, 44 single, dan lebih dari 35 album live.

 

Phoenix Rising

Film dokumenter Phoenix Rising dirilis Eagle Rock Entertainment pada 20 Juni 2011. Sebagian besar materinya diambil dari formasi Mk IV dan belum pernah dipublikasikan. Sebuah rilisan yang layak dijadikan ‘manuskrip suci’ bagi pemuja band asal Inggris ini lantaran di dalamnya merekam beragam catatan kelam mereka saat konser di Jakarta. Salah satunya, kisah Patsy Collins, salah satu kru bahkan bodyguard Deep Purple, yang tewas jatuh di lift Hotel Sahid Jaya.

Phoenix Rising terdiri dari paket spesial dua disk DVD/CD yang berisi footage berdurasi 30 menit, film dokumenter sepanjang 80 menit dan sejumlah trek terbaik Deep Purple yang diambil dari konser formasi MK IV; David Coverdale (vokal), Tommy Bolin (gitar), Glenn Hughes (bass), Jon Lord (kibord) dan Ian Paice (drum) di Tokyo, Jepang dan Longbeach California, Amerika Serikat.

Dalam footage yang diberi judul Rises Over Japan, bersemayam nomor-nomor semisal Burn, Love Child, Smoke On The Water, You Keep On Moving, dan Highway Star yang direkam saat mereka tampil di Budokan, Jepang pada 15 Desember 1975. Sementara film dokumenter yang diberi tajuk Getting Tighter mengisahkan naik turunnya perjalanan Deep Purple setelah vokalis Ian Gillan dan bassis Roger Glover hengkang.  

Jon Lord dan Glenn Hughes membeberkan sisi gelap band pada periode tersebut sampai mereka benar-benar bubar pada 1976. Adapun CD yang menemani DVD di atas berisi beberapa nomor terbaik Deep Purple yang diambil dari konser mereka pada pertengahan 70an.

Kepergian Ritchie Blackmore pada 1973 membuat Jon Lord dan Ian Paice tak lagi bergairah melanjutkan kiprah Deep Purple, tapi lantaran David Coverdale dan Glenn Hughes ngotot mempertahankan band ini, mereka pun memilih sejumlah nama pengganti Ritchie Blackmore, salah satunya gitaris Humble Pie Dave “Clem” Clempson. Namun saat melakukan jamming di studio gaya gitaran Clem dianggap tidak cocok, Deep Purple pun akhirnya memilih gitaris James Gang Tommy Bolin sebagai gitaris anyar mereka.

Ada dua versi seputar perekrutan gitaris 24 tahun ini, David Coverdale mengaku ia yang menyarankan band untuk mengaudisi Tommy Bolin karena kepincut gerayangan jemarinya di album jazz fusion Spectrum (1973) milik Billy Cobham. Namun dalam sebuah wawancara dengan Melody Maker pada Juni 1975, gitaris yang juga pernah bergabung dengan Zephyr ini mengklaim keikutsertaannya dalam audisi justru atas rekomendasi Ritchie Blackmore.

Apapun alasannya, masuknya Tommy Bolin sadar tak sadar membawa pengaruh krusial terhadap album Come Taste The Band. Keterlibatannya bersama Cobham yang nge-jazz serta Zephyr yang nge-blues membuat komposisi rilisan 1975 ini melenceng dari pondasi musik yang sudah dikibarkan Deep Purple. Sampai-sampai mantan vokalis Ian Gillan tak menganggap album ini sebagai album Deep Purple kendati faktanya dari sisi komersial album ini jauh lebih sukses dibanding album-album Deep Purple sebelumnya dengan mencapai angka penjualan di atas 60 ribu keping di Inggris.  

Sayang, setelah tur untuk mendukung album ini rampung pada Maret 1976 Deep Purple bubar akibat kemesraan Tommy Bolin dengan heroin tak bisa dipisahkan lagi. Puncaknya, setelah kembali menjalani karier sebagai musisi solo Tommy Bolin tewas akibat overdosis heroin dalam perjalanan tur dengan Jeff Beck pada 4 Desember 1976. Tepat setahun setelah kedatangan Deep Purple ke Indonesia.

 

Rekomendasi