Heboh Dugaan Mafia PCR, Eks Direktur Yayasan LBH Indonesia Sebut Nama Menteri Jokowi

| 01 Nov 2021 20:55
Heboh Dugaan Mafia PCR, Eks Direktur Yayasan LBH Indonesia Sebut Nama Menteri Jokowi
Ilustrasi (Antara)

ERA.id - Mantan Direktur Yayasan LBH Indonesia, Agustinus Edy Kristianto menyampaikan kritik pedas terhadap Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dugaan bisnis tes polymerase chain reaction (PCR).

Kritik tersebut disampaikan Agustinus melalui statusnya di akun Facebook, dikutip pada Senin (1/11/2021).

Dalam statusnya, Agustinus menyinggung seorang menteri yang disebutnya terafiliasi (ada kaitannya) dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia.

Menurut Agustinus, unit usaha PT itu adalah GSI Lab yang menjual segala jenis tes Covid-19: PCR Swab Sameday (Rp275 ribu), Swab Antigen (Rp95 ribu), PCR Kumur (Rp495 ribu), S-RBD Quantitative Antibody (Rp249 ribu).

Dalam statusnya, Agustinus juga mengomentari laporan khusus salah satu majalah nasional, yang secara khusus menulis artikel dengan teaser "Kongsi Pencari Rezeki".

"Sejumlah laboratorium tes PCR dimiliki politikus dan konglomerat. Meraup untung saat pandemi Covid-19."

"Para pembantunya saya 'hajar' juga, terutama: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Marives Luhut Pandjaitan, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin," katanya.

Ia menuding para menteri tersebut terafiliasi dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia. Unit usaha PT itu adalah GSI Lab yang ia sebut jualan segala jenis tes Covid-19 seperti PCR Swab Sameday (275 ribu), Swab Antigen (95 ribu), PCR Kumur (495 ribu), S-RBD Quantitative Antibody (249 ribu).

Dalam situs resminya, GSI Lab mengklaim memiliki 1.000+ klien korporat, melaksanakan 700.000+ tes, menyalurkan 5.000+ tes gratis, dan donasi total Rp4,4 miliar.

"Dia yang membuat kebijakan sebagai pemerintah, dia juga yang jualan barangnya!" cetus Edy.

Edy juga memeaparkan salinan Akta PT Genomik Solidaritas Indonesia No. 23 tanggal 30 September 2021. Notarisnya berkedudukan di Kabupaten Bekasi. PT itu dibuat April 2020, sebulan setelah kasus Covid-19 pertama di Indonesia. Modal dasar: Rp4 miliar (1 juta/lembar saham, 4.000 saham); Modal disetor: Rp2,96 miliar (1 juta/lembar saham, 2.969 saham).

Komposisi pemegang saham:

- Yayasan Indika Untuk Indonesia (932 lembar)

- Yayasan Adaro Bangun Negeri (485 lembar)

- Yayasan Northstar Bhakti Persada (242 lembar)

- PT Anarya Kreasi Nusantara (242 lembar)

- PT Modal Ventura YCAB (242 lembar)

- PT Perdana Multi Kasih (242 lembar)

- PT Toba Bumi Energi (242 lembar)

- PT Toba Sejahtra (242 lembar)

- PT Kartika Bina Medikatama (100 lembar).

"PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra adalah entitas anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA). Luhut pernah mengakui ia memiliki 'sedikit' saham di situ. Ia adalah pendiri grup tersebut," katanya.

Ia tak mempermasalahkan orang dilarang berbisnis tapi lihat dulu posisi siapa yang berbisnis.

"Sangat tidak bermoral menjadikan jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis memanfaatkan masa pandemi yang menyusahkan rakyat," ucapnya.

Rekomendasi