Mendorong Ekonomi Sub Sektor Akuakultur

| 23 Jul 2019 20:12
Mendorong Ekonomi Sub Sektor Akuakultur
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Era kabinet kerja jilid II sudah dipastikan akan kembali menahkodai pemerintahan untuk 5 (lima) tahun mendatang. Dalam pidato politiknya beberapa waktu lalu, salah satu yang ditekankan Presiden Jokowi dalam mengimplementasikan visi Indonesia Maju yakni bagaimana mengembangkan industri sub sektor akuakultur. Sudah jadi rahasia umum bahwa selama bertahun-tahun sumber daya akuakultur menjadi "the sleeping giant".

Sebagai bagian sumber daya ekonomi maritim, sub sektor ini masih dipandang sebelah mata. Harus diakui, sepanjang 5 (lima) tahun terakhir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum optimal dan fokus pada pemanfaatan nilai ekonomi sumber daya akuakultur. Padahal akuakultur memiliki potensi luar biasa besar sebagai "prime mover" pembangunan nasional.

Pendeknya, kebijakan hanya fokus dengan mendorong "fisheries as natural resources" yang lebih condong pada kepentingan aspek ekologis.

Aspek ekologis penting. Tapi menurut hemat penulis, sebagai basis sumber ekonomi, maka mestinya kebijakan juga fokus pada dua hal penting yakni bagaimana memperkuat food security (fisheries as food) dan optimalisasi pemanfaatan nilai ekonominya (economic used value).

Indikator makro belum optimalnya nilai ekonomi tersebut yakni, kontribusi sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sangat kecil dan penerimaan PNBP yang belum optimal. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tahun 2017 misalnya, share PDB sektor ini (atas dasar harga berlaku) hanya sekitar 2,61 persen terhadap PDB Indonesia atau senilai Rp385 triliun.

Padahal jika merujuk pada data potensi lahan pengembangan akuakultur yang dirillis KKP mencapai 17,9 juta hektar. Artinya penulis memperkirakan nilai ekonomi (direct used value) yang bisa dimanfaatkan secara efektif yakni sekitar 251 miliar USD atau setara Rp2.500 triliun per tahun. Ini tentu harus jadi pijakan awal untuk menjadikan akuakultur sebagai sektor strategis nasional.

Perlu arah kebijakan yang komprehensif, terukur, terarah dan integratif

Menurut pandangan penulis, setidaknya ada 6 (enam) tantangan utama yang harus dibenahi dan diselesaikan dalam rangka percepatan optimalisasi pemanfaatan ekonomi. Yakni; in-efisiensi produksi; produktivitas budidaya; kapasitas usaha; pemanfaatan lahan; sistem logistik; dan daya saing produk akuakultur.

Oleh karena itu, pada era kabinet mendatang, arah kebijakan ekonomi akuakultur harus fokus pada upaya pencapaian 3 (tiga) indikator; yakni (a) penguatan ketahanan pangan nasional melalui pemenuhan kebutuhan protein ikan; (b) peningkatan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi; dan (c) perbaikan struktur ekonomi masyarakat pembudidaya ikan melalui peningkatan kesejahteraan.

Menurut penulis, fokus strategi yang harus dilakukan secara konkrit dalam upaya pencapaian indikator di atas, yakni :

Pertama. Perbaikan sistem produksi melalui pengembangan sistem logistik pakan dan benih secara efektif. Input produksi terutama pakan menjadi penyebab tingginya biaya produksi naik dan jadi pemicu in-efisiensi produksi. Mengingat harga pakan pabrikan yang tinggi. Pengembangan pakan mandiri mestinya dibarengi dengan pengembangan sistem logistiknya terutama dalam menjamin ketersediaan bahan baku lokal. Begitupun dengan masalah benih, nyaris sistem logistik tidak dibangun, sehingga pembudidaya sulit mendapat akses benih bermutu dan murah.

Sistem logistik akan menjamin konektivitas antar sub sistem secara efisien dan menjangkau sentral sentral produksi.

Kedua. Fokus pada komoditas nilai ekonomis penting. Pengembangan komoditas untuk devisa ekspor yakni udang, rumput laut, kerapu dan patin. Khusus rumput laut perlu serius dalam mendorong penciptaan added value, mengingat Indonesia sebagai produsen No 1 dunia. Namun ironisnya, nilai tambah ekonomi yang diraup masih belum optimal.

Sedangkan komoditas untuk penguatan ketahanan pangan yakni bandeng, nila, patin dan lele. Upaya menggenjot tingkat konsumsi ikan minimal 70 Kg per kapita pertahun (setara tingkat konsumsi ikan Malaysia: sumber detikcom), setidaknya membutuhkan suplai ikan sebanyak 16 juta ton per tahun.

Ketiga. Pengembangan integrated aquaculture industry melalui pendekatan kawasan berbasis komoditas unggulan. Kebijakan ini akan menggerakan seluruh subsistem bisnis dari hulu ke hilir, disamping akan menciptakan sistem bisnis yang efisien.

Ke-empat. Revitalisasi tambak. Target revitalisasi yakni tambak tambak yang idle untuk pengembangan budidaya udang. Revitalisasi diarahkan untuk perbaikan infrastruktur, manajemen pengelolaan dan manajemen teknologi untuk meningkatkan produktivitas. 

Di Pantura Jawa, setidaknya ada 80.000 ha lahan tambal idle. Jika direvitalisasi dengan menerapkan teknologi tradisional plus (60 persen) dan semi intensif (40 persen), maka setidaknya akan dihasilkan udang sebanyak 345.000 ton per tahun dengan nilai ekonomi mencapai setidaknya Rp24 triliun per tahun.

Kelima. Pengembangan inovasi teknologi. Teknologi yang berbasis pada peningkatan produktivitas, efisien, terukur dan ramah lingkungan. Di sisi lain, inovasi teknologi juga harus adaptif dan mampu memitigasi terhadap perubahan lingkungan dan iklim. Penguatan peran perekayasaan mutlak dengan mendorong aplikasi yang terkoneksi dengan kebutuhan pelaku usaha.

Keenam. Peningkatan daya saing dan devisa ekspor. Daya saing produk didorong melalui penguatan standarisasi dan sertifikasi produk sesuai preferensi pasar, khususnya pasar ekspor.

Ketujuh. Mendorong investasi industri akuakultur khususnya pada skala bisnis yang high capital dan berorientasi ekspor.  Penciptaan iklim usaha dan investasi serta simplifikasi perizinan yang akuntabel menjadi keniscayaan.

Jika semua upaya di atas mampu diimplementasikan secara konkrit, tentu dengan membuka diri terhadap masukan dari seluruh stakeholders, maka dalam 5 (lima) tahun ke depan nilai ekonomi sumber daya akuakultur dapat memberikan manfaat secara optimal khususnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Paradigma pengelolaan sektor perikanan, harus mulai menghapus pola lama yakni program program instan yang berbasis project. Ke depan perlu ada design kebijakan yang terukur dan berkesinambungan.

Abdul Kadir Karding, S.Pi, M.Si

Ketua Umum DPP Alumni Perikanan Undip (Kerapu)

Era ide adalah kumpulan tulisan dari para pemikir negeri ini. Kami mau era ide bisa memberikan pemahaman baru bagi pembaca media ini. Jika ada opini kamu mengenai sebuah peristiwa politik, hukum atau apa pun, silakan kirim tulisan ke [email protected]. Isi tulisan adalah pendapat pribadi dari penulis dan bukan cerminan dari sikap redaksi.

Tags : era ide
Rekomendasi