"Terus, kalau pohon-pohonnya dibakar, nanti kita susah dong napasnya," tuturnya saat menonton film The Jungle Book karya Jon Favreau 2016 silam.
Saat itu, Mowgli --karakter utama film-- terlibat 'pertarungan' dengan Shere Khan, harimau yang merajai seluruh hutan yang ditinggali Mowgli. Pertarungan itu dilatarbelakangi oleh situasi hutan yang mulai terbakar akibat obor --dalam film disebut red flower-- yang dibawa Mowgli ke dalam hutan. The Jungle Book menegaskan pesan yang amat jelas soal interaksi manusia dengan hutan dan segala ekosistem yang hidup di dalamnya.
Entah, ketika mendengar kabar Amazon terbakar parah, celetukan itu yang justru saya ingat. Sederhana, namun sangat relevan jika melihat fakta pentingnya Amazon bagi kehidupan masyarakat di dunia. Amazon telah lama berperan sebagai paru-paru dunia. Pohon-pohon di tengah Amazon berperan penting dalam siklus karbon global yang berpengaruh pada upaya mengurangi dampak perubahan iklim.
Ilmu biologi dasar mengajarkan manusia bahwa pohon memiliki kemampuan mengurangi tingkat polutan. Karbon dioksida (CO2), misalnya. Selama 150 tahun terakhir, kehidupan manusia telah menyebabkan polusi dalam jumlah besar. Penggunaan bahan bakar fosil, laju industri, perkembangan teknologi, serta banyak hal lain telah merusak kualitas udara dan memperparah perubahan iklim. Tanpa pohon, apa jadinya?
Dalam kondisi alami, pohon dan tanaman menyerap gas CO2 untuk berfotosintesis. Dalam proses itu, pohon dan tanaman akan mengeluarkan oksigen sebagai gantinya. Jadi, bisa dibayangkan apa jadinya dunia ini tanpa pohon dan tanaman di Amazon. Para ahli memastikan, tanpa Amazon dampak perubahan iklim akan jauh lebih buruk di masa depan, mengingat Amazon menyumbang 20 persen oksigen di dunia.
Amazon adalah hutan hujan seluas 5,5 juta kilometer per segi. Hutan ini membentang di sembilan wilayah teritori negara, mulai dari Suriname, Guyana, Bolivia, Ekuador, Venezuela, serta Brazil yang mendominasi dengan cakupan 60 persen luas Amazon. Dari tahun ke tahun, luas Amazon terus menyusut. Tahun 2001, wilayah Amazon dilaporkan hanya tersisa 5,2 juta kilometer per segi atau 87 persen dari luas semula.
Amazon tahun 2001 (Greenpeace)
'Sapi' penyebab api
Instituto Nacional de Pesquisas Espaciais (INPE), lembaga riset antariksa Brazil mencatat kebakaran kali ini sebagai yang terburuk sepanjang sejarah, dengan catatan lebih dari 74.000 kebakaran di sepanjang tahun. Ini menunjukkan peningkatan sebesar 84 persen dibanding catatan pada periode yang sama di tahun 2018. Sebelumnya, kebakaran terburuk pernah melanda Amazon di tahun 2016 dengan catatan 68.484 kebakaran.
Para aktivis lingkungan menyalahkan Presiden Brazil, Jair Bolsonaro atas kebakaran besar di Amazon. Kebijakan-kebijakan pro-bisnis yang dijalankan Bolsonaro dianggap menenggelamkan upaya pelestarian Amazon dan perlawanan terhadap dampak perubahan iklim yang selama ini dilakukan. Selain itu, pemerintahan Brazil di bawah Borsonelo juga dianggap tak berdaya menangani bencana ini.
"Musim kemarau menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk penggunaan dan penyebaran api. Tetapi, menyalakan api adalah pekerjaan manusia, baik sengaja atau tidak sengaja," kata peneliti INPE, Alberto Setzer kepada Reuters.
Kebakaran Amazon (Greenpeace)
Bolsonero menempati kantor kepresidenan pada 1 Januari 2019 dengan membawa sejumlah janji tentang pemulihan ekonomi Brazil. Bolsonero bersumpah menemukan kegunaan lain dari Amazon dan memanfaatkannya untuk peningkatan ekonomi negara. Dalam beberapa jam menjabat, Borsonelo langsung mengubah sejumlah peraturan yang melancarkan laju pembangunan, tanpa sedikit pun orientasi terhadap lingkungan.
Di luar Brazil, banyak negara dunia telah lama mencium tanda-tanda merosotnya pelestarian lingkungan Amazon di bawah kepemimpinan Bolsonero. Norwegia dan Jerman bahkan telah menarik kembali dana bantuan yang sempat mereka berikan untuk proyek pelestarian hutan dan pencegahan deforestasi di Brazil.
Tingkat deforestasi di Brazil memang tergolong tinggi. Bisnis peternakan sapi jadi salah satu penyebab utama. Peternakan mendorong para peternak menebang hutan demi mengembangkan lahan peternakan mereka. Pengamat iklim dari Observatorio do Clima, Carlos Rittl menuturkan, kebijakan-kebijakan pro-bisnis Bolsonero telah memperparah kondisi itu.
"Selama enam bulan terakhir, Bolsonaro dan menteri lingkungannya telah mengabdikan diri mereka untuk membongkar tata kelola lingkungan Brasil dan menetralkan badan pengatur," kata Rittl ditulis CNN.
Bisnis peternakan sapi disebut-sebut sebagai pemicu terbesar deforestasi dengan angka 80 persen. Memang, peternakan dan sapi adalah salah satu sumber pemasukan terbesar Brazil. Negara ini menjadi rumah bagi sekitar 200 juta ekor sapi. Brazil dikenal sebagai eksportir sapi terbesar di dunia dan memasok sekitar seperempat dari pasar global.
-
Afair12 Dec 2019 09:14
Indonesia Rugi Rp73 Triliun Gara-Gara Kebakaran Hutan
-
Afair29 Nov 2019 14:27
Aktivis Lingkungan yang Dituduh Bakar Hutan Amazon Dibebaskan
-
Afair17 Sep 2019 07:01
Kebakaran Hutan dan Bencana yang Diciptakan Manusia
-
Afair27 Aug 2019 11:31
Pinjaman 20 Juta dolar AS untuk Amazon