Kemarau Meluas, BMKG Prediksi Hingga Akhir Oktober

| 23 Aug 2018 15:48
Kemarau Meluas, BMKG Prediksi Hingga Akhir Oktober
Musim kemarau (Foto: Pixabay)
Jakarta, era.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan, terjadi peningkatan jumlah titik panas (hotspot) seiring semakin meluasnya pengaruh musim kemarau di sejumlah wilayah di Indonesia.

"Wilayah yang cukup signifikan mengalami peningkatan titik panas yaitu Kalimantan Barat (798 titik), Kalimantan Tengah (226 titik), Jambi (19 titik) dan Sumatera Selatan (13 titik)," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, di Jakarta, seperi dikutip laman setkab.go.id, Kamis (23/8/2018).

Dwikorita bilang, peningkatan jumlah titik panas ini diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering, sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar. Ia mengingatkan, kondisi tersebut perlu diperhatikan, agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertanian dengan cara membakar.

Menurut Dwikorita, pihaknya terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Daerah, Instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.

Kebakaran hutan (Foto: Pixabay)

"Yang perlu diwaspadai adalah dampak paparan kabut asap jika sampai terbakar karena sangat berpotensi menganggu kesehatan," tutur Dwikorita.

Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menerangkan, hasil monitoring yang dilakukan BMKG menunjukkan hingga pertengahan Agustus 2018 hampir seluruh wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau yaitu sebanyak 95,03 persen. Sedangkan sisanya 4,97 persen masih mengalami musim hujan.

Musim kemarau ini diprediksi BMKG akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018. Herizal memaparkan, pantauan BMKG terhadap deret hari tanpa hujan sebagai indikator kekeringan meteorologis awal menunjukkan, deret hari tanpa hujan (HTH) kategori sangat panjang (31-60 hari) hingga ekstrim (>60 hari) umumnya terjadi sebagian besar di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, meskipun di beberapa daerah sudah terpantau terdapat jeda hari hujan.

Baca Juga : Kapolda Kalbar Minta Masyarakat Ikut Padamkan Karhutla

Di sebagian Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, pengaruh meluasnya musim kemarau itu juga ditunjukkan oleh munculnya beberapa daerah yang telah mengalami HTH kategori menengah (11-20 hari) hingga panjang (21-30 hari).

"Kondisi kering itu diikuti oleh kemunculan hotspot yang memicu kejadian kebakaran hutan dan lahan yang pada akhirnya menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara. Jumlah hotspot di Kalimantan Barat sendiri mengalami peningkatan 17,6 persen dibandingkan pekan lalu," terang Herizal.

Ia menunjuk contoh, pantauan alat kualitas udara di Stasiun Klimatologi Mempawah, Kalimantan Barat, awal pekan ini menunjukkan konsentrasi Particulate Matter (PM10) tertinggi sebesar 356.93 µg/m3 yang artinya masuk dalam kategori berbahaya. "Pengamatan jarak pandang mendatar (visibility maksimum) tercatat kurang dari 100 meter," ungkap Herizal.

Baca Juga : Mengapa Titik Api di Kalimantan Barat Begitu Banyak?

BMKG memprediksi kondisi tersebut akan relatif berkurang dalam waktu beberapa hari ke depan. Namun demikian, Herizal mengingatkan, tetap diperlukan kewaspadaan dan langkah antisipatif untuk meminimalisir dampak kekeringan.

Rekomendasi