"Kita tidak menyesali keputusan kita," kata Erdogan saat berbicara dalam satu acara di Provinsi Balikesir seperti dilaporkan kantor berita Anadolu dan dipantau Antara dari Bogor, Sabtu (1/9/2018).
Turki butuh sistem rudal S-400 Rusia itu untuk mengejar kepentingan nasionalnya. Termasuk di dalamnya untuk memperjuangkan pencapaian tujuan-tujuan di tengah upaya sejumlah pihak yang mencoba membentuk Turki.
Desember lalu, Turki mengumumkan tercapainya kesepakatannya dengan Rusia tentang pembelian dua sistem rudal S-400 hingga awal 2020. April 2018, pemerintah kedua negara menyepakati perihal penyerahan awal sistem rudal tercanggih buatan Moskow itu.
Senat Amerika Serikat keberatan dengan kesepakatan Turki-Rusia tentang sistem rudal S-400. Apalagi sistem senjata itu bisa membawa tiga jenis rudal yang mampu merontokkan target, termasuk rudal balistik dan jelajah.
Keberatan Senat AS dilatarbelakangi perihal penahanan seorang pastur berkewarganegaraan AS oleh Ankara. Juga soal diloloskannya undang-undang berisi pelarangan penjualan jet tempur F-35 kepada Turki pada Juni lalu.
Presiden Erdogan mengatakan militer dan ekonomi negaranya menjadi target AS menyusul penahanan pastur Andrew Craig Brunson yang didakwa Turki terlibat dalam kegiatan mata-mata. Presiden Erdogan mengatakan Turki tak pantas menerima serangan teror dari dalam dan luar negeri maupun kemunafikan di panggung dunia. Turki butuh kemitraan dengan bangsa-bangsa lain di samping negara-negara Eropa dan AS.
"Kita tahu betul kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan mereka yang suka memaksa kita memiliki hubungan unilateral ini secara rahasia maupun terang-terangan di seluruh dunia. Ketidakstabilan dalam nilai tukar mata uang itu adalah operasi untuk menentang kita," tutup Erdogan.