Dalam kesaksiannya, Rizwan menyebut tidak mengenal Irvanto. Namun, dia membenarkan Irvanto pernah menggunakan jasa penukaran uang tempatnya bekerja, Inti Valuta Money Changer, untuk barter dolar.
"Cerita mau barter. Katanya ada dolar di luar negeri, cuma dia mau terima di Jakarta. Jadi barter," ungkap Rizwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Kamis, (11/1/2018).
Rizwan menuturkan, pelaksanaan barter uang akhirnya dilakukan oleh keduanya. Lantaran tidak memiliki rekening di Singapura, dia menghubungi rekan seprofesinya untuk meminta bantuan. Orang tersebut bernama Yuli Ira. Sejumlah uang yang dibarter senilai 2,6 juta dolar AS.
Rizwan mendapat upah dari sejumlah uang yang ditukar ke Yuli. Setiap 1 dolar AS yang ditukar, Rizwan mendapatkan Rp60, sementara Yuli Rp40.
"Ada fee. Saya charge ke Pak Irvanto Rp100. Kita ambil Rp60, Bu Yuli Rp40 per 1 dolar," ungkap Rizwan.
Rizwan mengaku tidak menaruh curiga terhadap proses penukaran uang dengan Irvanto. Menurutnya, itu hanya transaksi biasa antara pedagang dengan konsumen. Meski tak ambil pusing, sebelumnya dia sempat menanyakan alasan mengapa Irvanto tidak menggunakan jasa transfer perbankan pada umumnya.
"Ribet alasannya. Saya enggak tanya macam-macam, nanti akhirnya enggak jadi. Rugi kita nanti. Kan kita murni pedagang. Tapi akhirnya begini," ungkapnya.
Dalam surat dakwaan, Andi Narogong disebutkan Irvanto berprofesi sebagai Direktur PT Murakabi Sejahtera. Irvanto juga disebut sebagai penerima upah dari Novanto. Saat menjabat sebagai ketua DPR, Novanto diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. Mantan Ketua Umum Golkar itu didakwa menerima duit total 7,3 juta dolar AS.