Pasangan cagub-cawagub yang pertama adalah JR Saragih-Ance Selian. JR Saragih merupakan mantan anggota Pasukan Pengamanan Presiden dan Komandan Subdenpom Polisi Militer Angkatan Darat (Pomad) Purwakarta, Jawa Barat. Pasangan ini diusung Partai Demokrat dengan koalisi PKB dan PKPI.
Kemudian, pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah atau Ijeck yang diusung Partai Gerindra, PKS, PAN, Golkar, dan Nasdem. Edy merupakan mantan Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).
Pasangan ketiga adalah Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus yang diusung PDI Perjuangan dan PPP. Djarot merupakan mantan Wali Kota Blitar dan Gubernur DKI Jakarta.
Pilkada Sumut menjadi salah satu pilkada yang diprediksi berlangsung sengit. Bukan hanya karena figur-figur yang bakal bersaing, tapi juga karena besarnya harapan agar pemerintahan Sumut terbebas dari kasus korupsi.
Dengan jumlah penduduk mencapai 14.262.147 jiwa, angka kemiskinan di Sumut masih 1,3 juta jiwa. Berdasarkan data BPS pada September 2017, penduduk miskin di perkotaan di Sumut mencapai 8,96 persen dan di pedesaan mencapai 9,62 persen. Tingginya angka kemiskinan itu jadi ironi karena banyaknya pejabat di Sumut yang terjerat korupsi.
Sejak sekitar dua dekade lalu, ada sembilan kepala daerah di Sumut terjerat kasus korupsi, baik di tingkat kota, kabupaten, maupun provinsi.
Paling heboh saat Gubernur Sumut Syamsul Arifin terjerat kasus korupsi dan diberhentikan sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No 95/P tahun 2012 tanggal 12 Oktober 2012 tentang Pemberhentian H Syamsul Arifin SE sebagai Gubernur Sumatera Utara masa jabatan tahun 2008-2013.
Syamsul divonis enam tahun penjara karena dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Langkat yang merugikan negara senilai Rp 98,7 miliar dalam penggunaan APBD 2000-2007.
Setelah Syamsul dicopot, Wakil Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho menjabat Gubernur dan dilantik pada 14 Maret 2013. Syamsul-Gatot diusung PPP, PKS, PBB, PKPB, PKPI, PSI, PDK, Partai Patriot Pancasila, Partai Merdeka, PPDI, dan PPNUI pada Pilkada Sumut 2008.
Namun, muncul lagi kehebohan saat Gatot dinyatakan terbukti menyuap pimpinan dan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 senilai Rp 61,8 miliar. Gatot kemudian divonis empat tahun penjara.
Tidak sampai di situ, pada 14 Maret 2016, Gatot dan istri mudanya, Evy Susanti, divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Gatot dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp150 juta, sedangkan Evy dijatuhi hukuman dua tahun enam bulan penjara, subsider tiga bulan kurungan dan denda Rp150 juta atas kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.
Terkait kasus suap pimpinan dan anggota DPRD Sumut, KPK masih menanganinya hingga saat ini. Pada Selasa (30/1/2018), KPK mulai memeriksa 46 anggota DPRD Sumut. Pemeriksaan dilakukan di Mako Brimob Polda Sumut, Medan, dan akan berlangsung hingga 3 Febuari 2018.
Adapun anggota DPRD Sumut yang akan diperiksa, di antaranya adalah Jhon Hugo Silalahi, Syafrida Fitri, Richard Edi Lingga, Tunggul Siagian, Yusuf Siregar, Biller Pasaribu, Rijal Sirait, Fahru Roji, Musdalifah, dan Syahrial.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mengatakan, dengan rentetan pengungkapan kasus korupsi di Sumut, sudah waktunya ada pembenahan dari kepala daerah yang konkret mendukung pemberantasan korupsi.
Menurut Donal, cagub-cawagub Sumut yang akan bertarung pada Pilkada 2018 jangan hanya jualan isu antikorupsi pada masa kampanye, tapi juga harus paham kondisi lapangan dan bisa memimpin pemerintahan yang transparan serta akuntabel.
Masyarakat yang akan memilih, kata Donal, juga harus proaktif menyoroti rekam jejak semua cagub-cawagub agar dapat memastikan hak suaranya untuk figur yang bersih dari dugaan korupsi.
“Pahami track record dan jangan pilih pemimpin karena politik uang. Kepala daerah juga harus paham birokrasi sehingga tidak tertipu dengan masalah klasik birokrasi,” ucap Donal.