Nyatanya, kemarin diskusi serupa berhasil digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute secara daring. Salah satu pembicara, Dosen Pemikiran Politik Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Din Syamsuddin mengatakan, dalam politik Islam pemakzulan presiden merupakan sesuatu yang dimungkinkan. Mengutip pandangan pemikir Islam, Al-Mawardi, Din menjelaskan ada tiga syarat untuk memakzulkan kepala negara.
Pertama, kata Din, tidak adanya keadilan. Dia mengatakan, berlaku adil merupakan syarat mutlak bagi seorang pemimpin dalam hukum Islam.
"Ini sangat sangat asasi sekali dan ini adalah syarat utama dari seorang pemimpin, maka jika itu hilang sudah dapat dilakukan pemakzulan," ujar Din, Senin (1/6).
Syarat kedua, pemimpin bisa dimakzulkan jika tidak memiliki ilmu atau tidak mempunyai visi kepemimpinan yang kuat. Dalam konteks Indonesia sebagai bangsa yang modern, hal ini sama dengan saat pemimpin itu tidak memahami intisari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
"Ketiadaan ilmu pengetahuan. Kerendahan, kelangkaan visi. Terutama cita-cita hidup berbangsa dan bernegara. Jika ini tidak ditampilkan, ini sudah bisa menjadi syarat untuk pemakzulan," kata Din.
Syarat kedua ini dalam konteks di Indonesia misalnya dengan adanya kebebasan berserikat dan berpendapat di bidang keilmuan. Yang terkini, pemberedelan terhadap mimbar akademik, diskusi kampus menurutnya adalah syarat kedua yang sudah dipenuhi.
"Kalau ada pemberangusan diskusi, mimbar akademik, itu secara esensial bertentangan dengan nilai mencerdaskan kehidupan berbangsa, karena praktik-praktik sebaliknya adalah pembodohan kehidupan bangsa," ucap Din.
Syarat yang terakhir, seorang pemimpin bisa dimakzulkan adalah ketika dia kehilangan kewibawaannya dan kemampuan memimpin terutama dalam masa kritis. Terlebih jika pemimpin tersebut mudah ditekan dan didikte orang lain untuk menjalankan kepemimpinannya.
Dia melanjutkan, Imam Al-Ghazali juga sependapat dan menegaskan pemimpin bisa dimakzulkan ketika ada ketidakadilan atau menzalimi rakyatnya. "Imam Al-Ghazali menyetujui bahkan memungkinkan adanya pemakzulan dalam istilah beliau ketika ada kezaliman, represif, atau dictatorship" pungkas mantan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban ini.