Pada Januari 2017, Alfian mengatakan 85 persen kader PDIP adalah PKI. Akibat tudingan itu, Alfian dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
"Nyata sekali ada penurunan elektabilitas kepada partai, mengingat dunia sosial media saat ini. Kajian-kajian yang kami lakukan nyata sekali pengaruhnya, menunjukkan penurunan," kata Hasto kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).
Hasto melanjutkan, elektabilitas partainya turun drastis di Provinsi Banten, sejurus dengan kicauan Alfian yang gencar ketika Pilkada 2017 berlangsung. Elektabilitas partainya anjlok hingga memengaruhi perolehan suara calon gubernurnya di Banten, yakni Rano Karno-Embay Mulya Syarief.
Saat itu, kata Hasto, Wasekjen PDIP Ahmad Basarah yang bertugas memimpin PDIP dalam Pilkada Banten meminta bantuan pada tokoh agama setempat untuk menetralisir fitnah.
"Kami juga menerima keluhan dari kepala daerah termasuk secara khusus di Banten Rano Karno. Pak Basarah tanggung jawab di Banten dan bertemu ulama dan dibantu KH Maruf," ujar Hasto.
Tak hanya elektabilitas, pernyataan Alfian juga dinilai merugikan PDIP dalam beberapa hal, karena disampaikan terus menerus hinga seolah-olah menjadi benar, lalu fitnahnya berkembang karena dimanfaatkan lawan politik partai berlambang banteng tersebut.
"Kemudian juga yang terakhir mengganggu pilkada dan rekrutmen anggota partai karena kemudian orang terpengaruh dengan pernyataan Pak Alfian," ucap Hasto.
Alfian Tanjung ditetapkan Polisi sebagai tersangka terkait ujaran kebencian. Dia dilaporkan Hasto yang kemudian dikuasakan kepada pengacaranya, Triharso Lubis, pada 2 Februari 2017. Hasto memberikan surat kuasa kepada Triharso pada 1 Februari 2017. Akibat perbuatannya, Alfian dijerat Pasal 27 ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.