Megawati Bergetar Ceritakan Soekarno Dilempari Granat

| 01 Dec 2017 11:39
Megawati Bergetar Ceritakan Soekarno Dilempari Granat
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Kamis (30/11/2017), di Jakarta. (Leo/era.id)
Jakarta, era.id - Pada 60 tahun silam, di Perguruan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, digelar perayaan ulang tahun ke -15 Perguruan Cikini. Namun perayaan ultah itu berubah menjadi luka yang perih, dan kini disebut sebagai tragedi Cikini.

Kamis (30/11/2017) sore, di Museum Nasional, Jakarta, Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri menceritakan peristiwa itu dengan bibir bergetar. Dia masih ingat soal peristiwa percobaan pembunuhan ayahnya, Soekarno. 

Pada 30 November 1957, perguruan Cikini merayakan hari jadinya yang ke- 15, berbagai pertunjukkan dipertontonkan hingga malam.

Perguruan Cikini merupakan tempat Megawati sekolah dari jenjang sekolah dasar hingga sekeloh menengah atas. Saat itu, Megawati masih duduk di sekolah setingkat kelas IV SD.

"Saya dan kakak saya dapat tugas jaga pameran dan permainan. Dan ayah saya datang sebagai orangtua, bukan Presiden," ucap Megawati, dalam acara peluncuran buku mengenai Bung Karno, di Museum Nasional, Jakarta.

Ketua Umum PDI Perjuangan itu mengungkapkan, Soekarno saat itu datang ke acara perayaan ultah Perguruan Cikini atas undangan Direktur Percetakan Gunung Sari, Johan Sirie; dan Kepala Perguruan Cikini, Sumadji Muhammad Sulaimani; sebagai panitia penyelenggara.

Menurut Megawati, Soekarno datang tanpa pengawalan ketat dan menikmati jalannya acara sambil bermain dengannya.

Namun menjelang malam, suasana berubah tegang. Granat diledakkan di Perguruan Cikini hingga jatuh korban ratusan jiwa.

"Itu tidak terhitung korbannya saja ada ratusan orang karena ada penggranatan dilakukan oleh teroris tapi waktu itu ada satu grup yang tercuci otaknya," ungkap Megawati.

Megawati masih ingat nama pelaku yang melemparkan granat. Dia lalu menyebutkan nama pelakunya sambil memejamkan mata.

Menurut Megawati, Soekarno menyebut pelaku komplotan teroris yang tidak puas dengan kondisi politik saat itu.

Pelaku, kata Megawati, melemparkan granat ke arah Soekarno yang berada di kerumunan orang. Korban berjatuhan, bangunan sekolah rusak, termasuk mobil Soekarno, Chrysler Imperial "Indonesia l".

Berdasarkan buku yang ditulis Arifin Suryo Nugroho, kondisi mobil Soekarno rusak parah akibat ledakan granat tersebut, ban depan kanan-kiri pecah, spetboard berlubang, juga terdapat kerusakan pada kap dan mesin.

Hasil penyelidikan kala itu mengungkap bahwa granat yang dilemparkan untuk membunuh Soekarno adalah granat buatan dalam negeri. Pelaku pelemparan langsung melarikan diri dan ditangkap dalam waktu 1x24 jam. 

Di pengadilan, para pelaku menceritakan bahwa mereka diinstruksikan melempar granat pertama di muka pekarangan gedung Perguruan Cikini saat Soekarno berada di tengah-tengah halaman sekolah agar Soekarno tidak mendapat kesempatan pergi berlindung ke dalam gedung. 

Menurut perhitungan pelaku, segera setelah terjadi ledakan pertama, Soekarno seharusnya lari mendekati mobilnya untuk mencari perlindungan. Oleh karena itu granat kedua diledakkan antara jarak 7 meter dari tempat parkir mobil Soekarno. 

Untuk mencegah mobil Soekarno pergi, para pelaku berusaha "menghilangkan" personel vooorrijders dengan perhitungan timbul kepanikan dan Soekarno memilih masuk ke dalam mobil atau tiarap di antara mobil dan lokasi ledakan kedua.

Menurut perhitungan pelaku, granat yang ketiga dan keempat dipastikan akan menewaskan Soekarno.

"Ada satu granat yang seharusnya bisa mengenai ayah saya, tapi karena mereka melihat Bung Karno begitu ceria bersama anak-anak, detik detik itu terlewati," ujar Megawati. 

Megawati mengungkapkan, para pelaku mengaku menyesal di pengadilan melihat sisi lain Soekarno di Perguruan Cikini. 

"Yang menggugah mereka kenapa (upaya itu) enggak berhasil, mereka melihat Bung Karno dipeluk oleh anak-anak, mereka tergugah karena orang yang seharusnya dibunuh ternyata berbeda," ujar Megawati. 

"Ayah saya digambarkan oleh atasan mereka sebagai sosok yang kejam dan tidak ramah pada anak," ucap Megawati lagi. 

Tragedi Cikini hanyalah satu dari sekian tragedi percobaan pembunuhan yang terangkum dalam sejarah. Andai Bu Mega dan Ayahnya tak berpelukan saat itu, Indonesia akan kehilangan Sang Proklamator lebih cepat. 

Tags :
Rekomendasi