Akan tetapi, kini istilah itu tak lagi bermakna positif. Pasalnya, serangan fajar adalah sebuah istilah untuk menjelaskan fenomena politik uang sebelum waktu pencoblosan. Fenomena politik uang telah menjadi tradisi buruk yang dilakukan elite politik sejak dulu.
Relasi kuat antara politik dan uang ini sering dikaitkan dengan hubungan antara politikus, keanggotaan partai dan para pemilih. Politik elektoral menjadi titik penting bagaimana politisi yang ingin menjadi bagian dari proses pembuat kebijakan harus membangun relasi sosial yang baik dengan kendaraan politik dan para pemilih.
Terkait serangan fajar, konteks politik uang adalah seberapa besar seorang kandidat mampu menarik perhatian para pemilih pengambang (swing voters) yang bersikap rasional, salah satunya adalah memberikan materi-materi seperti uang, sembako, dan produk lainnya kepada masyarakat.
Banyak contoh bagaimana serangan fajar terjadi menjelang beberapa jam sebelum pencoblosan. Di antaranya pada penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta 2017, terdapat beberapa kasus yang diproses oleh kepolisian terkait dengan serangan fajar. Di Kalideres, kepolisian setempat mengamankan enam unit mobil berisi sembako yang direncanakan akan diberikan kepada masyarakat sekitar, dengan embel-embel meminta masyarakat itu untuk memilih salah satu pasang calon.
Baca Juga: Alasan Mengapa Golput 'Haram' Saat Pilkada
Selain di DKI, serangan fajar yang berhasil diungkap panwaslu juga berhasil diidentifikasi pada Pilkada Serentak 2017 di Provinsi Banten. Pendukung salah satu pasangan calon gubernur Banten tertangkap menyimpan berbagai bingkisan sembako dan mi instan dengan gambar merek salah satu pasang calon di Kabupaten Serang, (15/2/2017).
Pilkada Serentak 2018 yang diselenggarakan pada 27 Juni idealnya tidak memberi ruang pada serangan fajar selanjutnya. Apalagi, kekuatan hukum untuk menjegal para pelaku serangan fajar telah diatur pada Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP), pasal 149 ayat 1 dan 2.
Isi pasal tersebut antara lain: (a) Pasal 1: Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah; dan (b) Pasal 2: Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap.
Pilkada Serentak 2018 akan dilaksanakan pada 27 Juni 2018 di 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. Ayo memilih dengan bijak, perhatikan rekam jejak calon pilihanmu!