"Politik uang adalah kejahatan yang mencederai demokrasi, sedangkan masyarakat merupakan salah satu elemen yang menyukseskan proses demokrasi. Harapan kami, masyarakat ini berpartisipasi (menyukseskan pemilu) dan tidak tergoda. Harus berani menolak politik uang," ujar Abhan sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (27/6/2018).
Jangan cuma menolak uangnya, masyarakat yang menemukan indikasi tindakan curang tersebut, diharapkan Adnan untuk segera melapor kepada otoritas pengawas pemilu. "Untuk pengawas, laporan soal pelanggaran itu harus segera ditindaklanjuti, mengingat hanya ada lima hari kerja untuk memeriksanya," ucap dia.
Bawaslu sendiri, kata Abhan terus menggelar patroli di daerah-daerah yang menyelenggarakan pilkada. Menurut Abhan, hari pencoblosan adalah hari paling rawan kecurangan, terutama terkait politik uang.
"Tentu juga mencegah 'serangan fajar'. Potensi munculnya pelanggaran itu tinggi pada hari pemungutan suara," tutur Abhan.
Ia juga mengimbau pengawas tempat pemungutan suara (TPS) untuk membatasi celah kecurangan dengan melarang pemilih membawa telepon genggam ke bilik suara, karena dapat memicu praktik politik uang.
"Pemilih bisa mengambil gambar bukti coblosannya dan itu berpeluang untuk terjadi 'money politic' pascabayar. Jadi nyoblos dulu, ditunjukkan, lalu dibayar," kata dia.