Jadi Tersangka hingga DPO, Mardani Maming Tetap Ngotot Tak Buron: Saya Ziarah Wali Songo

| 29 Jul 2022 06:15
Jadi Tersangka hingga DPO, Mardani Maming Tetap Ngotot Tak Buron: Saya Ziarah Wali Songo
Maradani H. Maming membatah dirinya menghilang dan mangkir dari panggilan KPK. (Foto: Antara)

ERA.id - Mantan Bupati Tanah Bambu, Kalimantan Selatan Maradani H. Maming tetap membatah dirinya menghilang dan mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal sebelumnya, Mardani ditetapkan sebagai buronan oleh lembaga antirasuah.

Hal itu dia sampaikan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) pada Kamis (28/7/2022) malam.

Mardani mengaku selama dikabarkan hilang, dia sedang melakukan ziarah ke makam Wali Songo dan sudah meminta penundaan pemeriksaan sebagai tersangka.

"Bukan saya hilang tapi saya pergi ziarah. Ziarah Wali Songo habis itu balik tanggal 28 Juli sesuai janji saya dan saya hadir," kata Mardani kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Mardani menegaskan, sejak Senin (25/7) sudah mengirimkan surat ke KPK melalui kuasa hukumnya. Namun pada Selasa (26/7) dia justru masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

"Hari Selasa saya dinyatakan DPO dan lawyer saya hari Senin menelepon penyidik KPK menyampaikan bahwa akan hadir saya tanggal 28," kata Mardani.

Adapun Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Mardani diduga menerima uang sebesar Rp104,3 miliar. Tak hanya itu, dia juga membuat perusahaan fiktif yaitu PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang memonopoli pengelolaan pelabuhan yang menunjang aktivitas operasional pertambangan.

"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104, 3 Miliar dalam kurun waktu 2014-2020," kata Alex dalam konferensi pers.

Akibat perbutannya, Mardani kemudian disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Rekomendasi