Memaksakan Jilbab di Sekolah Bisa Menimbulkan Intoleransi dan Radikalisme, Ngeri

ERA.id - Tidak boleh ada pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri, yang pada dasarnya terdiri atas berbagai macam agama, suku, dan sudah dipastikan ada keberagaman di dalamnya.

“Karena ini sekolah negeri, jadi tidak boleh ada pemaksaan. Proses yang dilakukan juga tidak boleh memaksa. Berikanlah pemahaman terlebih dahulu kepada siswi tersebut, tentang pentingnya jilbab itu. Itu pun ditujukan bagi siswa yang beragama Islam saja,” kata Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kota Metro, Provinsi Lampung, Siti Nurjanah, Kamis (4/8/2022).

Bahkan, menurut dia, pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri berpotensi menimbulkan tindakan intoleransi serta diskriminasi dan dikhawatirkan akan memunculkan sikap radikalisme di lingkungan pendidikan yang mengancam persatuan bangsa.

"Tidak boleh ada pemaksaan itu. Itulah yang disebut dengan intoleransi karena melakukan pemaksaan. Lalu, ada diskriminasi di sana. Kenapa? Karena itu tadi, guru tersebut memaksa kepada siswa yang belum memiliki pemahaman yang utuh tentang penggunaan jilbab,” kata Siti.

Hal tersebut dia sampaikan sebagai tanggapan atas masalah pemaksaan pemakaian jilbab terhadap siswi di DI Yogyakarta dan DKI Jakarta yang sedang ramai diberitakan dan diduga terjadi di sebuah sekolah negeri, sekaligus bukan merupakan kasus yang pertama kali terjadi di lembaga pendidikan.

Ia menilai sekolah seharusnya menghadirkan aturan yang memuat nilai-nilai toleransi dan mampu membangun kesadaran mengenai pentingnya menjaga keberagaman di antara semua warga sekolah.

“Pemahaman dan kesadaran akan keberagaman menjadi bukti konkret untuk tidak boleh diteruskannya atau tidak boleh dilakukannya diskriminasi, baik itu diskriminasi golongan, budaya, agama, maupun politik. Mahasiswa dan pelajar butuh sekali sosialisasi pemahaman akan hal tersebut,” kata dia.

Siti yang juga merupakan Ketua Dewan Pakar Pengurus Cabang Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Kota Metro ini menilai, dengan adanya insiden tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya konflik berkepanjangan, baik konflik internal agama maupun konflik antaragama.

Makanya persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena politik identitas seperti ini berbahaya serta berpotensi menimbulkan konflik sosial dan agama yang destruktif bagi keutuhan bangsa Indonesia yang beragam ini.

Siti pun memandang para pendidik perlu dibekali cara memahami aturan-aturan yang ada secara penuh, baik itu aturan-aturan yang ditetapkan oleh negara maupun aturan yang ada dalam agama masing-masing.

“Khususnya bagi guru bimbingan konseling (BK), harus memahami secara utuh bagaimana Islam memberikan pesan ataupun agama Islam memberikan pesan terkait dengan pentingnya menutup aurat bagi perempuan itu pentingnya apa sih, itu harus utuh dalam menyampaikannya,” jelas dia.

Diungkapkannya pula, jika kemudian siswa memutuskan untuk menggunakan jilbab, hal itu harus betul-betul berangkat dari pemahamannya dan ketergerakan hatinya untuk menggunakan jilbab.

Siti Nurjanah juga mengkritisi perlunya upaya nyata dari semua pihak, seperti kepala sekolah, guru, wali kelas, wali murid, serta masyarakat luas dalam menanggulangi aksi dan praktik intoleransi di lingkungan pendidikan.

Sebelumnya mengenai kasus pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah yang diduga terjadi di DKI Jakarta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta melalui Kepala Subbagian Humas dan Kerja Sama Antar Lembaga Taga Radja Gah menegaskan tidak ada paksaan dalam mengenakan jilbab di sekolah negeri.

Taga menjelaskan peraturan penggunaan jilbab sebagai pakaian seragam tidak diwajibkan untuk semua sekolah negeri. Penggunaan jilbab, kata dia, menyesuaikan dengan kepercayaan masing-masing siswi.