Sempat Heboh Siswa SMK Dipaksa Pakai Jilbab hingga Berujung Depresi, Sultan HB X Berharap Isunya Tidak Melebar
ERA.id - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap proses pemeriksaan kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan, Bantul, terkait kasus pemaksaan jilbab segera selesai.
“Jadi sebetulnya (seragam) kalau itu memang unsur pemaksaan itu bertentangan dengan bunyi Peraturan Menteri," kata Sultan di Gedung DPRD DIY, Selasa (9/8).
Selain peraturan Mendikbud Nomor 45 Tahun 2014, kepsek dan tiga guru juga diperiksa dengan acuan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Mereka diduga memaksa seorang siswi memakai jilbab di masa orientasi siswa hingga mengalami depresi. Siswi tersebut akhirnya pindah sekolah.
Saat ini, kepala sekolah dan tiga guru di SMAN 1 Banguntapan telah dinonaktifkan untuk memperlancar pemeriksaan. Mereka diduga melakukan pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sultan pun memberikan keleluasaan kepada Disdikpora DIY untuk memberikan sanksi kepada para PNS tersebut.
"Ya (sanksinya) masalah disiplin karena tugas PNS harus melaksanakan ketentuan peraturan pemerintah, tapi itu melanggar. Waktu saya tanya sama kepala dinas ada satu kepala sekolah dan tiga guru yang sementara itu tidak boleh mengajar," tambahnya.
Sultan pun mengatakan bahwa semakin cepat pemeriksaan kasus ini selesai, solusi kasus tersebut dapat segera diperoleh dan tidak melebar ke isu lain.
Perhatian juga tetap diberikan ke siswi untuk dapat memilih tetap bertahan SMAN 1 Banguntapan atau pun pindah ke sekolah baru seperti saat ini.
“Kalau si anak tetap nyaman di sekolahnya silakan. Tapi kalau tidak nyaman, (Disdikpora DIY) wajib mencarikan alternatif sekolahnya,” ujarnya.
Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya, menambahkan proses pemeriksaan kepala sekolah dan tiga guru SMAN 1 Banguntapan ditargetkan selesai pekan ini.
Pemeriksaan mengacu pada tiga peraturan yakni Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014, PP Nomor 94 Tahun 2021, dan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015.
"Itu ada sanksi, baik itu teguran lisan, teguran tertulis, kemudian pengurangan hak, tapi itu tergantung hasil investigasi dan Minggu ini selesai," jelas Didik.
Didik juga menyayangkan anggapan bahwa kasus ini terkait persyaratan akreditasi sekolah. Hal ini terutama karena kesalahpahaman menerjemahkan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa siswa sekolah, khususnya muslim, bisa memilih desain seragam sesuai aturan seragam sekolah yang ditetapkan Kemendikbud Ristek.
"Sudah ada ketentuan peraturan menteri tentang pengenaan seragam, anak memilih pakaian muslim boleh, pakaian reguler boleh. Aturan sekolah disebutkan bahwa yang muslim disarankan pakai baju muslim. Mungkin kita perlu menata sistem di sekolah," ujarnya.