Melihat Bagaimana Lembaga Survei Bekerja

Jakarta, era.id - Lembaga riset dan konsultan politik, Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) melakukan exit poll di enam provinsi usai pencoblosan Pilkada 2016. Hasilnya, exit poll tersebut menunjukkan kesesuaian dengan hasil quick count yang dilakukan oleh SMRC dan sejumlah lembaga survei lain di waktu yang sama.

"Kalau pun ada perbedaan kecil itu bisa terjadi karena alasan teknis seperti exit poll tetap ada responden yang tidak mau menjawab sementara di quick count tidak ada kategori tidak menjawab,” ungkap Direktur Riset SMRC, Deni Irvani dalam pemaparan yang dilakukan di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/7).

Deni sadar betul, lembaga survei merupakan salah satu pihak paling disoroti dalam sebuah pesta demokrasi. Nah, itulah yang mendorong SMRC melaksanakan exit poll, sebagai pembanding hasil quick count yang dilakukan oleh SMRC dan sejumlah lembaga survei lain dalam pilkada kemarin. Untuk menjawab keraguan banyak orang lah. Begitu kira-kira pikir mereka.

Lalu, bagaimana sebenarnya cara kerja sebuah lembaga survei? Jika pada artikel Menelaah Cara Kerja Hitung Cepat kita telah membahas bagaimana sebuah lembaga survei melakukan quick count, kini kita akan membahas bagaimana sebuah lembaga survei bekerja.

Koridor utama beroperasinya sebuah lembaga survei adalah independensi. Artinya, dalam setiap penelitian yang dilakukan, sebuah lembaga survei enggak boleh tuh berpihak pada siapapun. Begitu kata Deni kepada reporter kami, Wardhany Tsa Tsia yang menemuinya kemarin.

Lagipula, kata Deni, enggak mungkin main-main dengan hasil penelitian yang sifatnya ilmiah. "Quick count atau exit poll, terutama quick count tidak mungkin main-main, (karena) benchmark-nya ada ... Kalau inpendensi, pasti jelas kita tidak menjadi salah satu, misalnya tidak menguntungkan siapa pun."

Di SMRC misalnya. Objektivitas jadi faktor yang sangat penting untuk dijaga betul. Ada beberapa cara yang dilakukan SMRC untuk menjaga objektivitasnya, termasuk membentuk sejumlah sistem untuk menjaga kualitas penelitian mereka. Dalam quick count misalnya, sejumlah prosedur standar penelitian dilakukan untuk mendapat hasil yang oke.

Dari menentukan sampel, di mana sampel harus diambil secara acak dan mewakili karakteristik setiap populasi di tiap-tiap daerah secara menyeluruh. Kemudian, soal perekrutan relawan, di mana setiap relawan seenggaknya harus memahami kondisi demografi, sosial, hingga tantangan geografis sebuah daerah sebagai kualifikasi.

Ketiga, soal mesin hitung cepat yang wajib diuji coba terlebih dahulu untuk memastikan apakah mesin tersebut dapat bekerja dengan baik atau enggak. Maka, sesi pre-test jadi tahap wajib untuk menguji alat ukur yang sudah ditentukan. Ya, tujuannya tentu saja untuk mendeteksi kemungkinan adanya penyimpangan validitas dan reliabelitas data.

 

Pendanaan

Nah, pendanaan ini jadi faktor penting dalam sebuah proses penelitian. Bicara soal independensi, sumber dana memang jadi faktor penting yang menentukan independensi. Iya, bagaimana mungkin menjaga independensi jika pendanaannya berasal dari partai politik.

Dalam quick count kemarin sih, Deni bilang sumber pendanaan mereka berasal dari sepuluh media televisi dan online. "Kemudian, biaya (penelitian) dibagi bersama-sama dengan media itu."

Memang, proses penelitian membutuhkan biaya yang enggak kecil. Bayangkan, dalam exit poll misalnya. Biasanya, di sebuah wilayah, mereka akan memilih paling sedikit 400 sampel untuk kemudian dipilih empat orang responden. Untuk setiap 400 responden itu, SMRC menyediakan spot checker berjumlah sepuluh persen dari jumlah tersebut.

"Bahkan kita juga punya petunjuk pelaksanaan, mereka itu jangan tahu kalau si enemerator tempat TPS-nya itu yang menjadi spot check. Di hari H, ya sudah kirim sajam nanti ada dua orang di 40 TPS yang mengirim data kepada kita."

Selain itu, SMRC juga menyediakan call center untuk memfasilitasi apapun laporan yang berkaitan dengan hasil penelitian. Selain itu, call center juga digunakan untuk memvalidasi hasil penelitian. "Kita juga ada call center di sini kita telepon kita punya daftarnya semua kita telepon yang mana yang benar."

Pertanggung jawaban

Soal ini, SMRC memastikan setiap hasil penelitian yang mereka lakukan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan mengecek ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) misalnya.

"Kita bisa dikroscek ke KPU. Kan KPU terbuka, tiap TPS terbuka, cek saja di situ. Tapi, intinya KPU punya sistem yang bisa mencatat jumlah suara tiap TPS."

Ya walaupun enggak sempurna, tapi sistem yang dibuat KPU itu dipastikan sudah lebih baik ketimbang pemilu beberapa tahun lalu. "Sekarang ada alat untuk ngetes gitu. Jadi, kalau penasaran bisa dicek saja. Misalnya, benar enggak, di sini dapat segini, kabupaten ini dapat segini bener enggak di sini, ya."

Tapi, Deni ingin setiap pihak memahami bahwa setiap penelitian --terutama quick count dan exit poll-- memiliki kekurangan (margin of error). Margin of error sendiri sengaja dicantumkan dalam setiap penelitian untuk memperhitungkan jumlah populasi yang enggak tercatat.

"Cuma jangan lupa, dalam quick count atau exit poll, ada margin of error karena dia tidak mencatat semua populasi, ada error-nya dan dirilis quick count kita kemarin kita sampaikan error-nya berapa."

Tag: pemilu pemilu 2019 pilkada 2018 pilpres 2019