KPK Periksa Enam Saksi Terkait Suap Gubernur Aceh

Jakarta, era.id - KPK terus melakukan rangkaian penyidikan atas dugaan suap terhadap Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf dalam kasus Dana Otonomi Khusus Aceh. Setelah melakukan penggeledahan di beberapa tempat, KPK kemudian memanggil sejumlah saksi untuk diperiksa.

"Hari ini diagendakan pemeriksaan enam saksi dari unsur swasta. Pemeriksaan dilakukan di Polda Aceh," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan melalui pesan singkat, Kamis (12/7/2018).

Dalam kesempatan ini, KPK juga mengimbau kepada para saksi agar memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya untuk membantu pengungkapan kasus ini. 

"Kami ingatkan sekali lagi agar saksi jujur memberikan keterangan. Agar kebenaran terungkap dalam kasus ini. Sikap kooperatif terhadap proses hukum tentu akan dihargai," ungkap Febri.

Sebelumnya, KPK telah mengirimkan surat panggilan terhadap 15 orang saksi dari unsur pemerintahan dan swasta di Banda Aceh dan Kabupaten Bener Meriah. Lembaga antirasuah ini menilai, keterangan para saksi dapat membuka bagian dalam kasus suap yang belum diketahui oleh penyidik KPK. 

"Dengan pengungkapan itu, akan ada titik terang bagaimana masyarakat Aceh dirugikan dengan praktek korupsi yang ada," jelas Febri.

Dari hasil penggeledahan sebelumnya yang dilakukan di Dinas Pendidikan dan Kesehatan Aceh, tim satgas KPK telah menemukan dokumen proyek seperti Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas Kesehatan Aceh dengan nilai mencapai Rp1,15 triliun.

Sebagai informasi, KPK menetapkan Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati nonaktif Bener Meriah Ahmadi sebagai tersangka. Penetapan ini dilakukan KPK setelah melakukan operasi senyap saat itu. Dari giat ini, KPK kemudian menyita uang sebesar Rp500 juta yang diduga merupakan komitmen fee yang diminta oleh Gubernur Aceh.

Selain menetapkan Irwandi sebagai tersangka, KPK juga menetapkan dua orang tersangka lainnya dari pihak swasta yaitu Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri.

Sebagai pihak penerima, Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Ahmadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU 32/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.

Tag: kpk korupsi kepala daerah