Rawan Penyimpangan, Subsidi BBM Dinilai Lebih Tepat untuk bansos
ERA.id - Rumah Toleransi Indonesia (RTO) menilai kenaikan harga BBM merupakan konsekuensi subsidi yang berkeadilan.
"Karena pemerintah memindahkan subsidi sektor energi ke sektor sosial yang lebih dibutuhkan masyarakat," kata Koordinator RTO Zulfikar dalam keterangannya, Selasa (6/9/2022).
Menurut Zulfikar, subsidi sektor energi (subsidi BBM) selama ini terlalu sangat besar. Hal ini terpotret pada Perpres 98/2022 dimana pemerintah mengakomodir subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun (lampiran IV Perpres Nomor 98/2022 bagian 999.07.11.), sehingga sektor-sektor penting lainnya yang menyangga ekonomi rakyat kalah jauh.
"Padahal layaknya subsidi harus berkeadilan dan tepat sasaran," kata Zulfikar.
Lebih lanjut, Zulfikat menuturkan subsidi BBM sangat rawan penyimpangan, sebab kendaraan bermotor rata-rata bukan hanya dimiliki oleh golongan ekonomi bawah tapi juga golongan menengah dan atas.
Bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu yang memiliki mobil pribadi.
Terkait hal itu, Zulfikar menekankan, sudah saatnya subsidi energi yang besar tersebut diurai dan didistribusikan tepat sasaran melalui bantuan sosial.
Pasalnya, Zulfikar mengklaim secara infrastruktur pemerintah memiliki kesiapan tim pendataan yang baik dan sistematis antara pemerintah pusat dan daerah melalui DTKS, dimana mekanisme pendataan bantuan sosial dilakukan oleh petugas dari rumah ke rumah.
"Pengurangan subsidi BBM dan dialihkan pada sektor bansos untuk memberikan solusi menggerakkan ekonomi rakyat di tengah resesi global," kata Zulfikar.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp7.650 jadi 10.000 per liter pada Sabtu siang (3/9).
Tak cuma Pertalite, harga Solar subsidi juga naik dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800/liter. Pertamax turut naik dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500/liter.