Penghapusan Tenaga Honorer Dinilai Tergesa-gesa, Ganjar Langsung Hubungi MenPAN-RB Minta Kaji Ulang

ERA.id - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong pemerintah pusat mengkaji ulang keputusan menghapus tenaga honorer pada 2023 mendatang. Ganjar bahkan telah menghubungi langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) yang baru, Azwar Anas.

Hal itu disampaikan Ganjar usai menerima kunjungan kerja Komisi IX DPR RI masa sidang I tahun 2022-2023 dalam rangka pengawasan terhadap tenaga kerja honorer, Senin (12/9). Kepada MenPAN-RB yang dihubungi via Whatsapp usai pemberian ucapan selamat, Ganjar menyampaikan tiga pesan.

"Satu kita selesaikan soal honorer, dalam konteks otonomi daerah dan kebutuhan. Maka kita bisa sharing," katanya.

Ganjar juga menyampaikan agar KemenPAN-RB mengubah metode perekrutan tenaga honorer atau PPPK. Tidak lagi mengandalkan tes potensi akademik, tetapi memaksimalkan kemampuan sesuai dengan formasi.

"Untuk menyelesaikan honorer ini tolong yang punya pengalaman sudah puluhan tahun, belasan tahun, testingnya diubah. Tidak lagi menggunakan model testing potensi akademis, tapi betul-betul skill. Kami di provinsi (Jateng) sudah lakukan itu," ujarnya.

Pesan Ganjar ketiga adalah agar Menteri Anas harus berpihak pada ASN kompeten dengan memberi apresiasi dan kesempatan menduduki jabatan tertinggi.

"ASN-ASN yang bagus mesti tatap kita kasih reward, kita promo, kita kasih kesempatan mereka bisa sampai jabatan tertinggi, tapi mereka yang korupsi, narkoba, asusila dan seterusnya, dipecat aja dipermudah, jangan sulit-sulit. Sehingga nanti ASN-nya bisa sangat kompetitif," tegasnya.

Di Jawa Tengah, Ganjar mengatakan saat ini jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga September 2022 sebanyak 46.885 orang. Rinciannya, PNS 36.831 orang, CPNS 360 orang, PPPK Guru 9.284 orang, PPPK Kesehatan 357 orang, dan PPPK Penyuluh Pertanian 53 orang.

Ganjar mengatakan, aturan penghapusan tenaga honorer dari KemenPAN-RB dinilai tergesa-gesa. Di tingkat provinsi, tenaga kontrak sangat dibutuhkan karena kurangnya pegawai. "Maka saran saya direview dulu," ujarnya.

Penghapusan tenaga honorer, kata Ganjar, harus diikuti pengembangan sumber daya manusia yang ada. Hal ini karena beban kerja pegawai akan bertambah. Selain itu, peralihan dengan memanfaatkan teknologi juga tidak secepat membalikkan telapak tangan.

"Kalau itu memang harus dilaksanakan, maka kita menyiapkan SDM-nya agar dia multitalented sehingga mereka bisa bekerja dengan kemampuan-kemampuan mereka. Tentu butuh skill tambahan, tapi itu kan butuh waktu ya. Makanya tidak bisa dalam waktu pendek," tandasnya.