KPK Tetapkan 4 Tersangka Kasus Korupsi Penyaluran Dana LPDB-KUMKM Pemrov Jabar
ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan empat orang menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait penyaluran dana oleh lembaga pengelola dana bergulir koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (LPDB-KUMKM) di Provinsi Jawa Barat.
Hal ini diungkapkan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Ia meerinci, para tersangka diantaranya, Kemas Danial (KD) selaku Direktur LPDB-KUMKM periode 2010 sampai dengan 2017, Dodi Kurniadi (DK) selaku Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima
Panca Bhakti Jawa Barat, Deden Wahyudi (DW) selaku Sekretaris II Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat dan Stevanus Kusnadi (SK) Direktur PT PN Pancamulti Niagapratama.
"Untuk kebutuhan dan kelancaran proses penyidikan, tim Penyidik menahan para tersangka, masing-masing selama 20 hari kedepan terhitung mulai tanggal 15 September 2022 sampai dengan 4 Oktober 2022," kata Nurul Ghufron.
Untuk para tersangka ini ditahan di beberapa lokasi:
1. KD ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, 2. DK ditahan di Rutan KPK pada gedung Kavling C1, 3. DW ditahan di Rutan KPK pada gedung Kavling C1, 4. SK ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
Konstruksi perkara
Ia mneuturkan, kasus ini sekira tahun 2012, SK selaku Direktur PT PN menemui KD selaku Dirut LPDB-KUMKM saat itu dengan maksud menawarkan bangunan Mall Bandung Timur Plaza (BTP) yang kondisi bangunannya belum selesai seratus persen.
Tawaran SK dimaksud antara lain agar KD dapat membantu dan memfasilitasi pemberian pinjaman dana dari lembaga pengelola dana bergulir koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (LPDB-KUMKM).
Kemudian, KD menyetujui penawaran tersebut dan merekomendasikan SK untuk segera menemui Andra A. Ludin selaku Ketua Pusat Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat (Kopanti Jabar) agar bisa mengondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar.
Maka, sesuai arahan KD selanjutnya Andra A. Ludin meminta DK mengajukan permohonan pinjaman sebesar Rp90 Miliar ke LPDB yang digunakan untuk pembelian kios di Mall BTP seluas 6000 meter persegi yang akan diberikan pada 1000 orang pelaku UMKM.
"Data pelaku UMKM yang dilampirkan tidak mencapai 1000 orang dan diduga fiktif namun tetap dipaksakan agar dana bergulir tersebut bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinir DW," ujarnya.
Menurutnya, agar penyaluran dana bergulir segera terealisasi, KD kemudian membuat surat perjanjian kerjasama dengan Kopanti Jabar tanpa mengikuti dan mempedomani analisa bisnis dan manajemen resiko.
Untuk periode 2012 sampai dengan 2013, telah disalurkan pinjaman dana bergulir pada 506 pelaku UMKM binaan Kopanti Jabar sebesar Rp116,8 miliar dengan jangka waktu pengembalian selama 8 tahun.
"Uang sebesar Rp116,8 Miliar tersebut seluruhnya kemudian diautodebet melalui rekening bank milik Kopanti Jabar dan selanjutnya dibayarkan ke rekening bank PT PN milik SK sebesar Rp98,7 miliar," katanya.
Karena pengembalian pinjaman yang dapat dilakukan SK hanya sebesar Rp3,3 Miliar dan masuk kategori macet sehingga KD mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun.
"KD selanjutnya diduga antara lain menerima uang sejumlah sekitar Rp13,8 Miliar dan fasilitas kios usaha ayam goreng di Mall BTP dari SK. Sedangkan DK dan DW diduga juga turut menikmati dan mendapatkan fasilitas antara lain berupa mobil dan rumah dari Kopanti Jabar," paparnya.
Lebih lanjut, kata dia, bahwa perbuatan para tersangka, diduga antara lain bertentangan dengan ketentuan: peraturan Direktur dan Peraturan Direksi LPDB KUMKM tentang Petunjuk Teknis
Pemberian Pinjaman / Pembiayaan kepada koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui Perantara dan Peraturan Direksi LPDB KUMKM tentang Prosedur Operasional Standar Pinjaman /Pembiayaan di Lingkungan LPDB KUMKM.
"Akibat perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp116,8 miliar," katanya.
Para Tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.