Harga Beras Melambung di Sumut, Ekonom Prediksi Angka Kemiskinan Bisa Bertambah
ERA.id - Dalam sebulan terakhir, harga beras mulai dari jenis beras kualitas bawah, medium, hingga super di Sumatera Utara (Sumut), naik Rp200 sampai Rp400, per kilogram (kg).
Berdasarkan pantauan di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Sumut, untuk beras kualitas bawah yang sebelumnya berkisar Rp9.900 hingga Rp10.400/kg, saat ini menjadi Rp10.100 hingga Rp10.750/kg.
Kemudian, beras medium bergerak di kisaran harga Rp11.400 hingga Rp11.550/kg sebulan lalu, saat ini dijual Rp11.700 hingga Rp11.750/kg.
Sementara, untuk beras kualitas super semula Rp12.300 saat ini dijual dikisaran Rp12.500/kg hingga Rp12.700/kg. Smeentara kalau hitungan per karung, naik Rp15 ribu hingga Rp30 ribu.
Pengamat ekonomi Gunawan Benjamin menjelaskan bahwa beras merupakan bahan makanan pokok yang sangat sensitif terhadap perubahan daya beli masyarakat.
Dia menyebut kemampuan dalam mengendalikan harga beras, menjadi kunci keberhasilan pemerintah dalam menekan peningkatan angka kemiskinan di suatu daerah.
"Sejauh ini indikasi kesejahteraan petani khususnya petani tanaman pangan (padi) secara nasional indeksnya masih di atas 100. Atau tepatnya di angka 108,82 pada agustus 2022," terangnya kepada ERA, Senin (19/9/2022).
Meski secara nasional daya beli petani tanaman pangan khususnya padi masih terjaga, namun di Sumut mengalami tekanan. Di Sumut nilai tukar petani (NTP) tanaman pangannya berada di level 95.14.
Gunawan menjelaskan bila dirinci indeks yang diterima petani tanaman pangan di Sumut sebesar 106.66. Kendati, indeks harga yang dibayar petani lebih tinggi di level 112.12.
"Ini menunjukan bahwa pengeluaran petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ditambah biaya produksi, angkanya masih lebih besar dibandingkan dengan harga yang diterima dari penjualan gabah atau berasnya. Jadi tantangan Sumut ada di situ," jelasnya.
Gunawan menyebut jika harga terus mengalami kenaikan akan memicu bertambahnya angka kemiskinan. Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut itu memastikan, jika petani di Sumut yang indeksnya di bawah seratus akan mengalami stagnasi dan berdampak penurunan daya beli di bawah angka garis kemiskinan.
Dia menyarankan agar pemerintah mengendalikan harga gabah yang seharusnya bisa dinaikkan di Sumut guna memulihkan daya beli petani.
"Ditambah lagi, kenaikan harga barang atau inflasi di pedesaan harus bisa ditekan untuk mengurangi pengeluaran para petani. Jadi Sumut tengah berhadapan dengan dilema saat ini, khususnya terkait pengendalian daya beli petani, atau justru menekan angka kemiskinan secara keseluruhan di Sumut," ujarnya.
Pemerintah, kata ekonom dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu, bisa memilih alternatif dengan mengambil kebijakan memberikan bantuan sosial yang tepat sasaran bagi petani. Khususnya bantuan itu disalurkan kepada petani padi saat harga gabah sulit dinaikkan.
"Dan bisa juga dengan menambah bantuan sosial pada masyarakat miskin saat gabah terpaksa harus naik harganya. Dan masih ada beberapa skenario kebijakan lain yang bisa diambil," pungkasnya.