Kasus Helikopter AW 101, Direktur PT Diratama Jaya Irfan Kurnia Didakwa Rugikan Negara Rp738,9 Miliar
ERA.id - Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menyebut Komite Pemeriksa Materiel (KPM) menemukan 12 kekurangan dari pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101 untuk kendaraan VIP/VVIP Presiden.
"Berdasarkan surat dari Komite Pemeriksa Materiel (KPM) kepada Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) dengan Nomor: B/10/III/2017 tanggal 22 Maret 2017, diketahui ada 12 macam temuan kekurangan pada helikopter angkut AW-101 tersebut," kata JPU KPK Arief Suhermanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (12/10/2022).
Hal tersebut terungkap dalam pembacaan dakwaan untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter AW 101 untuk kendaraan VIP/VVIP Presiden yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.
Kekurangan-kekurangan itu yaitu:
1. Ditemukan kursi sebanyak 24 kursi seharusnya 38 kursi jadi kurang 14 kursi.
2. Cargo emergency on the starboard tidak ada.
3. First aid kit tidak ada.
4. Strecther (tandu) tidak ada.
5. Tail rotor blade lock tidak ada.
6. Jacking bolt joint tidak ada.
7. Data swing compas tidak ada.
8. Riwayat jam terbang tidak lengkap.
9. Digital map untuk Asia Tenggara (Indonesia) belum diinstal.
10. Tidak ditemukan TAG (Serial Number & Production Number) pada pesawat.
11. Log book engine tidak memiliki riwayat.
12. Dokumen komponen yang tidak punya usia (on condition) tidak ada.
Irfan Kurnia diketahui memesan 1 unit helikopter VVIP AW-101 kepada Perusahaan AgustaWestland, kemudian pada tanggal 15 Oktober 2015 yang bersangkuta membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13.318.535.000,00 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland, padahal saat itu belum ada pengadaan helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.
Helikopter itu sendiri sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada tahun 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.
Berdasarkan Laporan Investigasi dan Analisis Teknis Helikopter AW-101 646 PT Diratama Jaya Mandiri oleh Tim Ahli ITB pada tahun 2017 juga ditemukan:
Pertama, helikopter AW-101 646 yang diserahkan kepada TNI AU memiliki Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada tahun 2012. Seri Produksi tersebut terdaftar dengan nomor tanda pendaftaran pesawat udara/helikopter (aircraft registration number) ZR343 di Inggris, yaitu helikopter AW-101 641 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.
Kedua, berdasarkan data flying log diketahui jika helikopter AW 101 646 (MSN 50248) pertama kali di-on-kan pada tanggal 29 November 2012, dan telah memiliki waktu terbang selama 152 jam serta waktu operasi selama 167.4 jam pada 19 Desember 2016, yang tercatat sebagai pengoperasian ke-119 (seratus sembilan belas). Artinya helikopter AW-101 646 yang didatangkan bukan merupakan helikopter baru.
Ketiga, helikopter AW101-646 (MSN 50248) yang diserahkan oleh PT Diratama Jaya Mandiri hanya dilakukan modifikasi pada interior kabin tanpa melakukan perubahan struktur rangka untuk mengakomodasi rear ramp door, pintu tangga samping pada sisi kiri (port side) pada konfigurasi VVIP tidak diubah menjadi pintu geser pada konfigurasi angkut dan pintu jendela di atas lantai pada konfigurasi VVIP di sisi kanan (starboard side) tidak diubah menjadi sliding cargo door untuk konfigurasi angkut sehingga tidak bisa digunakan untuk operasi angkut.
Atas perbuatannya tersebut, Irfan Kurnia mendapatkan keuntungan senilai Rp183.207.870.911,13.
JPU KPK mendakwakan pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant)