Mengumpulkan Dalil Mengapa Iwan Bule Harus 'Balik Kanan' dari PSSI
ERA.id - Iwan Bule adalah anomali. Kesampingkan soal panggilan Bule yang konon ia dapat karena wajahnya mirip bule dan rambutnya yang agak blonde saat di Taruna Akpol, sebab logika berpikir Iwan Bule jauh lebih sulit dimengerti.
Sebulan sudah berlalu sejak Tragedi Kanjuruhan yang setidaknya membuat 135 orang meninggal dunia. Tak pelak Iwan Bule jadi salah satu sasaran hujatan warga, dan itu wajar. Ia sebagai ketua umum PSSI jelas punya andil dalam tragedi ini, masak kita mau menyalahkan wasit?
Mari merenung sejenak. Dari korban Kanjuruhan saja, jumlah suporter bola yang mati di era Iwan Bule lampaui total kasus sejak 1995. Save Our Soccer mencatat angka kematian suporter bola Indonesia dari Januari 1995 sampai Juni 2022 ‘hanya’ 78 jiwa.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) lantas melapor ke Presiden Jokowi bahwa PSSI juga bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan. Mereka menyarankan Komite Eksekutif PSSI mundur sebagai bentuk tanggung jawab moral. Kemarin, giliran Komnas HAM yang melaporkan temuannya, dan PSSI masih jadi sorotan.
Sebetulnya sih tanpa harus menunggu berbagai laporan itu, nalar sehat publik sudah bisa menyimpulkan PSSI bersalah. Karena itu juga, jauh-jauh hari netizen ramai menyuarakan Iwan Bule harus bertanggung jawab dan mundur. Kata komedian Arie Kriting, ia benar-benar melakukan keduanya, yaitu mundur dari tanggung jawab.
PSSI pada akhirnya memutuskan menggelar Konferensi Luar Biasa (KLB) Januari 2023 nanti. Agak telat memang, bukan KLB-nya, tapi keputusan PSSI untuk menggelar KLB. Harusnya kan dari awal langsung inisiatif mundur, tidak perlu menunggu rekomendasi TGIPF ke Jokowi dulu.
Di podcast Deddy --juru bicara pejabat yang butuh klarifikasi-- Iwan Bule kembali menegaskan keputusan KLB bukan karena perasaan bersalah petinggi PSSI, tapi lebih kepada tuntutan TGIPF.
“Jadi gini, tanggal 28 (Oktober) kita rapat, setelah kita diskusi panjang lebar, kan ada salah satu rekomendasi dari TGIPF, salah satunya kompetisi tidak akan diberikan izin apabila tidak melakukan KLB. Saya berpikir kompetisi itu adalah marwah sepakbola,” tegas Iwan Bule.
Andai kata tak ada rekomendasi itu, dan kompetisi tidak disetop, hakulyakin deh PSSI tak akan menggelar KLB mau seberapa banyak pun nyawa melayang. Iwan Bule sendiri yang bilang, “Ya sekarang ibarat beginilah, ada pesawat Garuda jatuh, apa dirutnya mundur? Mundur juga ada mekanismenya, KLB.”
Analogi Iwan Bule sekilas benar, tapi kalau dikuliti kacau. Masalahnya, kecelakaan pesawat dan Tragedi Kanjuruhan tidak bisa dibandingkan sejajar. Kecelakaan pesawat punya banyak faktor penyebab: mungkin kelalaian individu; masalah mesin; cuaca buruk; pembajakan; miskomunikasi; dsb. Sementara Tragedi Kanjuruhan bisa jadi mematikan karena satu sebab utama, yang sudah disepakati banyak pihak: gas air mata.
Penggunaan gas air mata inilah yang jadi poin kenapa Iwan Bule, sebagai ketua umum PSSI, harus bertanggung jawab. Iwan Bule boleh saja tertekan, tapi ia tidak bisa mengeluh kenapa hanya di zamannya terjadi tragedi sedemikian fatal. Karena harus diakui, Iwan Bule punya andil.
Jika Iwan Bule tidak mau mengaku, sekarang coba jawab pertanyaan ini, mengapa ada gas air mata yang dilarang FIFA dalam stadion Kanjuruhan? Inilah jawaban Iwan Bule di podcast, “Jadi di aturan FIFA ada, tidak boleh bawa gam (gas air mata). Tapi tahu polisi sendiri punya aturan sendiri yang harus dipahami atau dilakukan oleh anggota kepolisian.”
Begini Pak Iwan, baru kali ini loh PSSI punya ketua umum jenderal purnawirawan polisi. Dengan latar belakang itu, Iwan Bule punya modal kuat untuk membentuk protap polisi yang sesuai dengan standar keamanan FIFA, yang salah satunya melarang penggunaan gas air mata dalam stadion.
Mengapa dilarang? Dulu pada 1964, bencana sepak bola terbesar di Estadio Nacional Peru yang menewaskan 328 orang terjadi akibat penggunaan gas air mata. Sudah lewat 58 tahun sejak tragedi itu, masak PSSI tidak belajar dari sejarah?
Iwan Bule tak bisa mengelak soal keluputan PSSI saat memberi briefing ke Polri. Dalam laporannya, Komnas HAM menulis bahwa PSSI tidak menjelaskan ke Polri aturan-aturan FIFA secara spesifik, termasuk soal larangan penggunaan gas air mata sebagaimana regulasi Pasal 19 aturan FIFA tentang Stadium Safety and Security Regulations.
PSSI sebagai regulator sepak bola Indonesia tentu punya hak dan wewenang untuk ikut merumuskan peraturan pengamanan pertandingan. Kalau Iwan Bule bilang polisi punya prosedurnya sendiri yang berbeda dengan regulasi FIFA, sama dengan bilang kalau PSSI tidak melakukan apa-apa untuk mencegah tragedi terjadi.
Yang bikin pencinta sepak bola tanah air meradang lagi, Iwan Bule malah menuduh orang-orang yang menuntutnya mundur dimobilisasi oleh mereka yang ingin jadi ketua umum PSSI.
“Masak ada demo yang besar-besaran untuk memundurkan saya, itu kalo gak dimobilisasi gak mungkinlah. Itu ada yang menyiapkanlah.” Sambil cengar-cengir, Iwan Bule berkata kepada Deddy. “Sabarlah yang mau jadi ketua umum, nanti juga ada waktunya.”
Dari hasil wawancara itu kita jadi tahu, orang-orang di PSSI bukan memikirkan sepak bola, tetapi politik di dalamnya. Tanpa ada politik dan uang, siapa yang mau jadi ketua umum PSSI? Dan walaupun tanpa mereka, sebetulnya sepak bola bisa tetap menyenangkan.