Geledah 3 Lokasi di Jayapura, KPK Temukan Bukti Dugaan Korupsi Lukas Enembe
ERA.id - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti yang berkaitan dengan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Gubernur Papua Lukas Enembe. Bukti tersebut diperoleh setelah melakukan pengeledahan di tiga lokasi di Jayapura, Papua.
"Tim Penyidik KPK juga telah selesai menggeledah tiga lokasi di Kota Jayapura yaitu rumah kediaman pihak terkait perkara dan dua kantor perusahaan swasta," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui ketarangan tertulis, Sabtu (5/11/2022).
Ali mengatakan bukti yang ditemukan berupa dokumen. Namun, tak dirinci apa isi dari temuan tersebut.
Dia hanya mengatakan bahwa barang bukti itu membuat dugaan korupsi yang menjerat Lukas Enembe bisa semakin terang.
"Dari lokasi tersebut, ditemukan dan diamankan adanya berbagai dokumen dan bukti elektronik yang diduga memiliki keterkaitan dengan pembuktian perkara ini," katanya.
Setelah bukti ditemukan, analisis akan dilakukan dan dilanjutkan penyitaan. "Bukti-bukti tersebut akan menjadi kelengkapan berkas perkara dengan lebih dulu akan dianalisis dan disita," kata Ali.
Untuk diketahui, Diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri bersama tim dokter KPK dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) serta penyidik telah menemui Lukas Enembe pada Kamis, 3 November. Pemeriksaan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Lukas juga sudah dilaksanakan.
Hanya saja, pemeriksaan segera diselesaikan karena kesehatan Lukas. Saat itu, dia sakit dan kondisinya sudah diperiksa oleh tim dokter.
Adapun kehadiran komisi antirasuah ke Jayapura dapat sorotan. Salah satunya, datang dari eks pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute yang menilai ada perlakuan khusus dari komisi antirasuah pada Lukas.
"Mengapa Lukas Enembe tidak di perlakukan sama dengan para tersangka lain yang mangkir dan tidak bersedia untuk datang meski sudah di panggil berkali-kali oleh KPK," kata Praswad kepada wartawan, Jumat, 4 November.
Praswad menilai tindakan ini tidak sesuai dengan prinsip dan kode etik KPK, yang salah satu poinnya memperlakukan semua warga negara Indonesia sama di mata hukum. Bahkan, perlakuan ini bisa jadi preseden buruk.
Kata dia, bukan tak mungkin nantinya cara Lukas diikuti tersangka lain. Mereka bisa saja beralasan, bahkan meminta pimpinan komisi antirasuah untuk bertemu mereka untuk melakukan lobi.