Hadirkan Penulis hingga Sastrawan Terkenal, Peluncuran 7 Novel NAD Academy Jadi Wujud Nyata Literasi Dimulai
ERA.id - Di tahun ketiganya ikut serta sebagai pengisi acara Indonesia International Book Fair (IIBF), komunitas NULIS AJA DULU (NAD) menggelar acara bincang santai bersama Penulis dan Sastrawan Kurnia Effendi. Bertempat di panggung utama IIBF Jakarta Convention Center (JCC), Rabu, 9 November 2022 diskusi tersebut menitikberatkan pada eksistensi salah satu industri kreatif yakni literasi.
Berbicara soal ekosistem di jagat literasi, Kurnia Effendi menilai jika komunitas NAD sudah memiliki modal utama yang menginspirasi banyak orang dan memenuhi kriteria dari hulu ke hilir.
“Sudah punya anggota dengan jumlah puluhan ribu, ada ide kreatif, pelatihan, penulisan, penerbitan, proses pembacaan, dan yang terbaru juga sudah punya ruang promosi. Nah, kelak nanti bisa juga diusulkan memberi penghargaan kepada pegiat literasi secara baik secara kualitas maupun kuantitas,” terang Kurnia Effendi.
Sejalan dengan bergeliatnya industri kreatif di Indonesia Founder Nulis Aja Dulu Melanie Agustine berharap pihak pemerintah bisa membuat ekosistem kreatif yang adaptif dan sesuai dengan perkembangan zaman. “Kami berharap pemerintah juga terlibat sejak awal saat bukunya sudah jadi dan diikuti ke berbagai pameran. Jangan bicara hilirnya saja, tetapi juga mulai dari hulu, bagaimana perhatian untuk penulis. Jadi jangan bicara kualitas menulis kalau penulis tidak diperhatikan,” imbau Melanie.
Berpijak dari kondisi di atas, maka NAD pun berupaya untuk menggerakkan literasi agar masyarakat umum juga punya kebiasaan membaca. Program-program yang ada di NAD tidak hanya menulis, tetapi ada pula juga Baca Aja Dulu yang mengimbau teman untuk membaca lalu menuliskan hasil review-nya. “Kami juga sadar juga betapa penting sebuah sentuhan secara langsung, oleh sebab itulah kami juga membuka Nakara Café-Books-Learning Space, yang tidak hanya kafe tetapi juga ruang belajar dengan program rutin kelas literasi, diskusi rutin, klub bahasa, dan ratusan judul buku yang bisa dibaca di sana,” terang Melanie.
Selain membicarakan literasi masa kini, acara diskusi kali ini sekaligus menandai peluncuran tujuh novel karya NAD Academy 2020. NAD Academy sendiri adalah ajang penggojlokan para penulis berbakat dengan proses seleksi ketat dan karantina penuh selama kurang lebih empat bulan untuk menghasilkan novel berkualitas.
Mentor NAD Academy Kurnia Effendi mengatakan selama mendampingi para akademia ia selalu mengatakan menulislah apa yang kamu sukai, kemudian menulislah apa yang dikuasai. “Artinya apa, ketika kita menulis apa yang dikuasai tentu saja prosesnya juga akan lebih maksimal,” ucap Kurnia Effendi yang menyebutkan jika genre novel para akademia beragam.
Sebagai contoh ada akademia yang mengambil genre surealis, menggambarkan sebuah kisah tentang seseorang yang diberi kesempatan hidup sampai tujuh kali dengan ceritanya masing-masing. “Tidak hanya karena judul buku para akademia yang dibaca, tetapi juga proses kreatif selama penyusunan naskah yang terus-menerus dilatih sehingga menghasilkan novel yang berkualitas,” tambahnya.
Ketujuh novel karya NAD Academy 2020 terdiri dari para penulis Rahmat Hidayat (Api, Kopi, dan Puisi), Windy Marthinda (Acroxia), Prima Taufik (Balakosa), Tazkia Irsyad (Enigma), Jenny Seputro (Silent Dreams), Erlyna (Realive), dan Eki Saputra (Kepada Siapa Ilalang Bercerita).
#NADAcademy2020 dari Bandung, Windy Marthinda mengatakan jika pengalaman selama menjadi Akademia itu banyak sekali pelajaran dari para mentor yang ia dapatkan selama di bangku kuliah. Alasan kenapa memilih novel bergenre fantasi karena ia memang menyukai genre ini dan lebih mudah untuk dikerjakan Namun, pada prosesnya tidak seperti yang dibayangkan dari awal.
“Waktu saya ngobrol dengan salah satu mentor, Mas Iksaka Banu menjelaskan ternyata dalam novel fiksi fantasi ada pemetaan, karakter dan pokok tokoh dengan detail hingga ke fisik. Meskipun kamu menulis fantasi di luar nalar, tetap mesti dibangun dengan proses yang baik agar tidak ada cacat logika,” ucap ibu tiga anak ini.
Kemudian, #NADAcademy2020 dari Jakarta Prima Taufik mengatakan proses penulisan Balakosa sendiri dikerjakan di momen saat dirinya sedang punya cukup banyak waktu luang. Walau tetap saja dalam proses mengerjakan setiap harinya harus memikirkan akan menulis kelanjutan ceritanya. “Saya yang terbiasa menulis script film, mesti menyesuaikan saat menyusun novel yang sedikit berbeda. Tetapi dengan bantuan para mentor, ide-ide yang saya punya bisa dikembangkan menjadi novel,” ucapnya.