Tak Ingin Seperti Pemilu 2019, Muhammadiyah Pastikan Kawal Pilpres 2024

ERA.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan Indonesia tak membutuhkan kharisma tokoh jelang pilpres 2024, melainkan kharisma nilai.

Sosok dari golongan manapun yang terpilih pada 2024 harus menjadi milik rakyat, bangsa, dan negara, bukan kaum tertentu.

Hal itu disampaikan Haedar dalam Konferensi Pers Jelang Muktamar ke-48 Muhammadiyah-‘Aisyiyah di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (16/11),

Untuk itu, proses menuju pilpres harus dikawal agar melahirkan negarawan, bukan pemimpin kaum.

“Kita harus mengontrol itu, kenapa? Karena jika kepemimpinan berbasis pada primordialisme, itu nanti yang terjadi bukan lagi kepemimpinan kenegarawanan, tetapi kepemimpinan perkauman,” ungkapnya.

Ia menegaskan, bahwa pola tata kelola negara yang dilakukan setelah Reformasi harus disudahi. Tidak boleh lagi ada coba-coba lagi dalam tata kelola Indonesia.

“Ke depan harus dimulai, siapapun, dari partai manapun, baik gabungan maupun perorangan, ajak mereka untuk menjadi pemimpin Indonesia,” tegasnya.

Haedar menambahkan setelah Muktamar ke-48 Muhammadiyah, ia mengajak semua pihak menciptakan Pemilu 2024 yang jauh lebih baik dari sebelumnya, dengan menyuarakan hal-hal yang benar, baik, dan positif bagi proses Pemilu 2024.

Menurutnya, untuk menciptakan prakondisi menuju 2024 yang lebih baik, ruang-ruang dialog harus dibuka.

“Tugas kita lebih berat setelah muktamar, yakni mengawal proses itu agar satu tahun punya waktu menciptakan prakondisi,” katanya.

Terkait muktamar, ia menjelaskan kepemimpinan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersifat kolektif kolegial dan telah menjadi sistem yang kokoh untuk menjalankan organisasi.

“Muhammadiyah ini perpaduan dari orang-orang, para pemimpin, para kader yang berada di dalam kolektif kolegial. Jadi seperti kesebelasan (sepakbola),” ungkapnya.

Haedar menjelaskan bahwa setiap Ketua PP Muhammadiyah memiliki peran masing-masing. Bak sepakbola, dalam sebuah pertandingan, yang penting adalah irama permainannya.

“Di atas yang kolegial itu ada sistem, jadi siapapun dia ke depan sampai seterusnya itu kekuatannya pada sistem. Insya Allah akan ada perpaduan dari semuanya ini,” imbuhnya.

Soal masuknya nama-nama Ketua PP Muhammadiyah periode ini pada bursa calon di Muktamar 48, Haedar menjelaskan bahwa itu kerahasiaan yang dimiliki oleh Panitia Pemilihan (Panlih). Bahkan dirinya juga tidak tahu, namanya masuk atau tidak. Sebab calon hanya diberikan blanko kesediaan, tapi yang mengajukan nama-nama itu pengurus wilayah.

“Nah, yang sedia-sedia itu diseleksi lagi, sejak seleksi itu kita sudah tidak tahu mana yang masuk dan yang tidak. Tetapi prinsip di Muhammadiyah itu ketika amanat itu diberikan lewat muktamar, kita tidak boleh menolak, kita tunaikan dengan baik. Tapi jangan sekali-kali kita mengejar amanat, ngejar jabatan, itu (prinsip) sudah menjadi darah daging kami,” tuturnya.

Haedar percaya siapapun yang duduk di kepemimpinan PP, Muhammadiyah akan tetap berjalan di garis haluan organisasi. "Para pemegang hak pilih di Muktamar 48 merupakan orang-orang yang arif dalam menentukan pilihan untuk Muhammadiyah," kata dia.