Gratifikasi, Budaya atau Kebiasaan?

Jakarta, era.id - Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia jatuh setiap 9 Desember. Sejumlah kalangan menyinggung praktik gratifikasi yang sudah mulai menjamur ke lapisan masyarakat paling bawah. Jika ditelisik lebih jauh, gratifikasi itu budaya atau kebiasaan sih? 

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donald Fariz, mencontohkan hal kecil gratifikasi itu seperti kebiasaan warga memberi imbalan saat mengurus administrasi di kantor pelayanan publik.

"Padahal urus-urus surat di RT atau kelurahan kan gratis, tapi warga merasa bersalah atau enggak enak kalau enggak ngasih tip. Kebiasaan ini harus di-stop," kata Donald, kepada era.id, Sabtu (9/12/2017).

Anggota Komisi I DPR, Bobby Adhityo Rizaldi, mengaku tidak setuju jika pemberian uang kepada pejabat publik disebut budaya. Menurutnya, perihal batasan gratifikasi itu semua sudah diatur dalam undang-undang.

"Misalkan juga, kalau pernikahan ada pemberian kado kepada pejabat publik tidak boleh melebihi sesuatu yang sudah diatur," kata Bobby saat ditemui Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (9/12/217).

Dalam KBBI, gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Melansir laman www.kpk.go.id, pengertian gratifikasi seperti yang dijelaskan dalam UU No.20 Tahun 2001 tidak menyebutkan besaran jumlah barang ataupun uang yang diberi maupun yang diterima.

Pasal 12B ayat 1 menyebutkan; Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Dalam Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 itu juga sebelumnya dijelaskan, pemberian kepada pejabat publik dalam arti luas meliputi; pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Bobby menilai, masih banyak yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menutup potensi gratifikasi. Salah satunya dengan mensosialisasikan aturan-aturan gratifikasi tersebut, sehingga masyarakat benar-benar patuh.

"Seperti yang diketahui kalau dulu ada yang bilang ini sebuah hal kebiasaan ini, gak boleh. Sedekahan ngasih sesuatu boleh, tapi ada batas sekian, dan itu ada di aturan gratifikasi," ujarnya.

Nah, kalau sekarang sobat millenials sudah tahu gratifikasi itu apa, yuk kita sama-sama STOP GRATIFIKASI!!! (ran)

Tag: