Sekolah di Bali Tampung Anak Korban Gempa Lombok
Sekolah di Kabupaten Jembrana, Bali pun siap menampung anak pengungsi korban gempa Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) agar tidak terputus pendidikannya. Seperti yang dilakukan SD Negeri 2 Pengambengan, Kecamatan Negara. Mereka menampung Dewi Sekar Ayu (10), salah seorang anak pengungsi yang mulai masuk ke sekolah tersebut.
"Kebetulan orang tua anak ini tinggal sementara di rumah saudaranya dekat sekolah ini. Biar tidak terputus pelajaran sekolahnya, kami menyediakan tempat untuk menampungnya," kata Kepala SD Negeri 2 Pengambengan, Karyono seperti dilansir Antara, Selasa (21/8/2018).
Karyono bilang, kepada wali kelas V tempat Dewi belajar agar memberikan perhatian khusus kepada Dewi karena masih trauma. Penanganan khusus akan diberikan terutama ketika berada di dalam gedung.
Dewi diberi penjelasan kalau ruang kelas yang bakal ditempati aman. Karyono meyakini Dewi supaya tidak perlu khawatir agar bisa fokus dalam mengikuti pelajaran.
"Kami akan memantau terus anak ini, kami bisa memahami trauma yang dia alami. Nanti teman-teman sekelasnya juga biar membantu agar dia kembali ceria," katanya.
Karena kondisi darurat, menurutnya, Dewi dibebaskan dari seluruh biaya sekolah, sampai diajak kembali orang tuanya ke Lombok. Di sisi lain, perhatian terhadap anak pengungsi ini terus mengalir dari masyarakat Desa Pengambengan, termasuk memberikan bantuan peralatan sekolah seperti tas, sepatu dan alat tulis.
"Seluruh peralatan sekolah untuk Dewi sudah siap, tinggal menyerahkan saja ke orang tuanya. Dengan kebersamaan kita pasti bisa membantu sesama," kata Rafiq, aparat Desa Pengambengan yang bersama warga lainnya sudah sejak awal memberikan bantuan kepada keluarga pengungsi tersebut.
Bantuan dalam bentuk lain juga disiapkan oleh Yasir Najih, salah seorang tokoh pemuda Desa Pengambengan, yang akan diserahkan kepada orang tua Dewi.
Chairul Umar (25), Suyanti (32) bersama dua anaknya yaitu Dewi Sekar Ayu (9) dan Novian Chairul Putra yang masih berumur 9 bulan, mengungsi ke rumah saudaranya di Dusun Ketapang, Desa Pengambengan pada Jumat (17/8). Sebelumnya, mereka ini tinggal di Pulau Gili Trawangan dan berjualan baju untuk wisatawan, sebelum gempa mengguncang dan menghancurkan sebagian besar bangunan di pulau tersebut.
"Suasana saat itu sangat mencekam, sampai sekarang kami masih trauma. Untuk sementara tinggal di sini dulu, kalau situasi benar-benar aman baru kembali ke sana," katanya.
Karena tidak membawa bekal memadai, Chairul beserta isterinya bekerja serabutan, termasuk dengan membantu mendorong sampan dan melepaskan ikan dari jaring nelayan untuk mendapatkan upah sekedarnya.