Istri Sambo yang Takut Pemberitaan Media Massa Ternyata Pernah Ambil Studi Jurnalistik di LN

ERA.id - Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Putri Candrawathi ternyata pernah mengambil studi jurnalistik sebelum menikah dengan Ferdy Sambo.

Putri Candrawathi yang dijelaskan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) takut dengan pemberitaan media massa ini mengambil studi jurnalistik pada tahun 2000 di luar negeri.

"Setelah saudara lulus kuliah sampai saudara menjadi istri dari FS Kadiv Propam, sudah berapa lama saudara meninggalkan dunia kedokteran?" tanya Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso ke Putri yang diperiksa sebagai terdakwa, saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023).

"Izin Yang Mulia, saya lulus '98 waktu itu. Terus saya lanjutkan studi ke luar negeri kurang lebih 2 tahun," jawab Putri.

"Boleh tahu ambil studi apa?" tanya lagi Wahyu.

"Saya ambil journalism. Terus saya balik ke Jakarta, terus saya menikah tahun 2000," ucap Putri.

Wahyu pun menegaskan pertanyaannya dan menanyakan latar belakang Putri sebagai doker gigi. Majelis hakim menanyakan sudah berapa lama Putri meninggalkan dunia kedokteran.

Putri pun mengatakan pernah berpraktik sebagai dokter gigi. Namun ia berhenti menjadi dokter gigi setelah menikah dengan Ferdy Sambo.

"Setelah menikah saya tidak bekerja lagi," kata Putri.

Sebelumnya, LPSK mengungkapkan mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo mengajukan permohonan perlindungan karena istrinya, Putri Candrawathi, mendapat ancaman. Ancaman yang dialami Putri adalah pemberitaan media massa.

"Berdasarkan keterangan yang disampaikan suami pemohon, FS, pada pertemuan di Kantor Kadiv Propam (pada) 13 Juli 2022, ancaman terhadap pemohon yang dimaksud, yaitu pemberitaan media massa," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtias saat konferensi pers di kantornya, Senin (15/8/2022) .

Namun, LPSK menilai pemberitaan media massa bukanlah sebuah ancaman. Sebab, kata Susilaningtias, media massa bisa menjadi sarana hak jawab atau klarifikasi untuk informasi yang tidak benar.

"LPSK berpendapat, pemberitaan media massa bukan termasuk ancaman karena terhadap pemberitaan, terdapat hak jawab sebagai mekanisme untuk menanggapi pemberitaan yang tidak benar," ucapnya.