Empat Anak Muda Berbagi Cerita tentang Keputusan Menikah di KUA
"Sejauh ini kamu udah liat standar kami membahagiakan anak kami, kan? Jangan sampai di bawah standar itu. Bapak yakin dan percaya kamu bisa jauh lebih dari kami," bisik calon mertua Odong.
ERA.id - Odong dikenalkan kepada seorang perempuan asli Tegal bernama Putri oleh kenalannya. Mereka berdua menjalin hubungan dekat sekitar 10 bulan, lalu tanpa menunggu lebih lama lagi, Odong yakin untuk meminang sang kekasih.
"Sebelumnya kakak aku menikah 2014," cerita Odong kepada ERA, Selasa (31/1/2023). "Dua kali acara, pertama di pihak perempuan, terus ibu aku ngunduh mantu. Itu capek banget aku ngeliatnya. Aku aja jadi adiknya capek banget waktu itu."
Bercermin dengan pengalaman sang kakak, Odong ingin pernikahannya berjalan syahdu dan sederhana saja. Ia berunding dengan Putri dan sepakat untuk melangsungkan akad di Kantor Urusan Agama (KUA), tanpa pesta besar-besaran, tanpa menyalami ratusan undangan yang tak mereka kenali.
Odong pergi ke Tegal dan meminta restu kedua orang tua Putri sekaligus mengabarkan niatan mereka untuk menikah dengan sederhana di KUA. Ayah Putri yang waktu itu masih jadi calon mertua Odong langsung menjabat tangan lelaki yang datang melamar putrinya, lalu menarik badannya mendekat dan berbisik di telinganya. "Sejauh ini kamu udah liat standar kami membahagiakan anak kami, kan? Jangan sampai di bawah standar itu. Bapak yakin dan percaya kamu bisa jauh lebih dari kami."
Itu pengalaman yang magis sekali, kata Odong. Sang mertua tanpa banyak tanya segera setuju keinginan anak dan calon menantunya. Dada Odong bergemuruh dan seakan beban di pundaknya terangkat. Ia pulang ke rumah membawa jawaban dan meyakinkan ibunya yang sempat keberatan anaknya hanya menikah di KUA. Sang ibu ingin mengadakan resepsi, tetapi kala itu masih pandemi dan perizinan dipersulit. "Ya sudah, ini emang udah rezeki kamu yang dari dulu mau nikah hanya di KUA," ucap ibunya.
Senin, 22 Februari 2021, Odong datang memakai jas kelabu ke KUA Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Rambutnya ia tutupi topi hitam bertuliskan Pacific State. Sementara Putri diantar kedua orang tuanya mengenakan gaun abu-abu dengan hiasan mawar putih yang mengikat rambutnya yang disanggul. Janji suci keduanya hanya disaksikan penghulu, keluarga inti masing-masing, dan beberapa teman dekat.
Selepas akad, Odong menyodorkan secarik amplop berisi uang Rp200 ribu ke penghulu. Lelaki berpeci yang sedang menjalankan tugasnya itu menolak. "Ngapain? Buat kalian aja." Namun, Odong tetap menyelipkannya di saku jas pak penghulu karena tak enak hati.
Odong dan Putri hanya satu dari sekian pasangan yang memilih melabuhkan hari istimewa mereka di KUA dengan undangan terbatas. Apalagi sepanjang pandemi kemarin dan acara di gedung kian terbatas, pilihan menikah di KUA jadi makin masuk akal. Belum lagi tak perlu keluar biaya jika menikah di sana saat jam kerja Senin-Jumat.
Kami mengumpulkan kisah-kisah dari pasangan lain seperti Odong dan Putri, alasan mereka tak ingin pesta yang heboh, dan apa saja yang mereka syukuri dari menikah di KUA. Mendengar kisah-kisah yang hangat itu, kami semakin berpikir, menikah di KUA ternyata tidak buruk juga dan patut dicoba —tentu saja bagi yang belum menikah.
Ketika keinginan anak dan orang tua saling berseberangan
Hery kerja sebagai akuntan di perusahaan air minum di Malang, Jawa Timur. Di luar hari-hari kerja yang bikin penat, ia menenangkan pikirannya dengan meneguk kopi di kafe-kafe dekat rumah. Hingga suatu hari, seorang barista di salah satu kafe memikat perhatiannya, Tata namanya. Perempuan itu asli Banyuwangi, kuliah di Malang, dan setiap akhir pekan menyambi kerja di warung kopi.
Mereka berpacaran selama tiga tahun, Tata lulus kuliah, dan keduanya memutuskan untuk menikah. Lebaran 2022, Hery membonceng pacarnya dengan motor Scoopy pulang ke Banyuwangi. "Karena mobil udah dijual," cerita Hery. "Buat nutupin utang orang tua."
Tiba di Banyuwangi, Hery tak mengulur-ulur waktu lagi untuk menyampaikan keseriusannya dengan Tata. "Untung dapat mertua yang baik banget, hahaha," ucapnya. "Kan aku bilang pengen serius buat ke depan, mertuaku suruh cepat-cepat nikahin anaknya."
Hery waktu itu mengaku hanya punya dana terbatas, tak mungkin merayakan besar-besaran. "Kalau pun tidak ada duit juga tidak apa-apa," jawab calon mertuanya. Gayung bersambut. Hery semakin yakin untuk melangsungkan nikah hanya di KUA. Namun, lain mertua, lain orang tuanya.
Pertengahan Juni 2022, Hery sedang sibuk di kantornya saat melihat grup Whatsapp keluarganya ramai mengatur acara pernikahan Hery dan Tata untuk bulan depan. "Bisa gagal ini rencanaku," begitu batinnya. Di jalan sepulang kerja, sepanjang roda motornya berputar menuju rumah, ia memutar otak untuk jujur kepada keluarganya kalau ingin menikah di KUA.
"Dari orang tua gak oke, sempat tengkar," cerita Hery. "Karena kalau dari keluargaku kan emang dulunya terpandang, terus bangkrut. Intinya mereka gak mau kalau di KUA aja."
Hery tahu jika memaksa menikah sesuai kehendak orang tuanya, keluarga mereka akan berutang ke mana-mana dan menanggung beban lebih banyak. Ia lalu kelepasan berkata, "Kalau gak mau di KUA, ya mana duitnya, jangan cuma ngomong!" Suasana seketika sunyi. Akhirnya, orang tuanya menyerah dan keinginan Hery terkabul.
Juli 2022 Hery dan keluarganya berangkat ke Banyuwangi dan langsung menuju KUA. Ia menenteng sarung dan kopyah untuk dibagikan ke pak penghulu nanti. Tata sudah menunggu bersama kedua orang tuanya. 14 teman semasa kecil dan sekolah Hery datang meramaikan hari itu, sembilan rekan kerjanya juga ikut hadir.
Hari ini, Hery dan Tata tinggal berdekatan dengan rumah orang tua Hery. Saat kami tanya jika kelak anak mereka siap menikah, apa yang ia harapkan? Hery menjawab lugas, "Tanggung jawab saya cuman sampai pendidikan dia selesai, selebihnya terserah dia mau ke mana. Sebagai orang tua cukup mendoakan dan merestui pilihan anak."
Berkat pandemi, menikah di KUA dan hemat biaya ratusan juta
Marsella tak mengira akan bertemu suami masa depannya lewat aplikasi kencan. Menjelang penutupan tahun 2018, seorang pria bernama Firza menyapanya di Tinder. "Hai," tulisnya singkat. Mereka lanjut mengobrol selama seminggu. "Sama-sama lama bales pesan karena jarang buka aplikasi itu," cerita Marsella. "Terus baru deh ketemuan di coffee shop."
Hubungan mereka berdua berjalan lebih lancar dari yang diduga. Tak butuh waktu setahun masa pacaran, Firza melamar Marsella ke rumahnya pada September 2019. "Awalnya rundingan sama calon mau nikahnya gimana dan di mana," ucap Marsella. "Hasil rundingan itu ya nikah pada umumnya, di gedung, pakai resepsi."
Masing-masing keluarga sudah setuju dan menyiapkan tanggal. Mereka lalu mencari gedung untuk resepsi dan baru tersedia pada pertengahan tahun 2020. Marsella dan Firza menyiapkan dana tabungan sekitar Rp180 juta untuk sewa gedung dan konsumsi.
Rencana mereka meleset setelah pandemi menghampiri Indonesia pada awal-awal tahun. Protokol kesehatan dan keramaian mulai diterapkan. Kedua keluarga kembali berunding. "Akhirnya ya kita berdua nyeletuk, nikah di KUA aja deh!" Dan secara mengejutkan, semua keluarga setuju. "Langsung ubah tanggal ke KUA jadi April 2020, yang tadinya Juli."
Marsella dan Firza melangsungkan pernikahan di KUA Setiabudi, Jakarta Selatan. Selain disaksikan keluarga, akad nikah itu diramaikan oleh tujuh teman dekat kedua pengantin. "Biaya yang aku keluarin cuman untuk fotografer dan videografer, make up, sama sewa baju," ujar Marsella. Setelah akad, mereka juga ada prosesi sungkeman. Ia lalu menunjukkan kami secarik fotonya mengenakan gaun putih menawan bersama suami dipisahkan pelang alamat KUA.
Uang senilai lebih dari Rp100 juta yang awalnya mereka siapkan untuk sewa gedung akhirnya disimpan. Hingga Marsella hamil dan melahirkan anak pertamanya, Magenta, ia akhirnya sadar uang itu punya peran yang lebih penting ketimbang untuk resepsi. "Biaya itu qadarullah untuk biaya melahirkan aku yang ternyata waktu itu melahirkan secara prematur dan dedek bayi harus di rumah sakit selama dua minggu," cerita Marsella.
Sama seperti Marsella dan Firza, pasangan Nica dan Febri juga menghemat banyak uang untuk keperluan rumah tangga mereka berkat menikah di KUA. Nica pertama kali berjumpa suaminya semasa SMP dan sempat jadi cinta monyetnya. Selulusnya SMA pada 2014, mereka berkomunikasi lagi via facebook, saling tukar nomor, dan kembali pacaran.
"Sampai tahun ketujuh pacaran di Januari 2021, kita mutusin nikah bulan Juli. Karena udah lewatin masa-masa krisis pacaran dan udah sama-sama bisa bijak kalau menyelesaikan masalah," kenang Nica. "Akhirnya ya udah, nikah, mau ngapain lagi."
Awalnya mereka berdua ingin akad di masjid dan bikin resepsi kecil-kecilan. Namun, lagi-lagi terkendala pembatasan sosial, masjid-masjid pun ditutup. "Keluarga sepakat gak mau nikah diundur. Akhirnya diskusi sama orang KUA, terus disuruh nikah di KUA aja," cerita Nica. "Malah aku sama suami senang, soalnya kita emang gak suka ribet dan ketemu banyak orang. Keluarga alhamdulillah gak ada yang protes dan ikut campur."
Nica dan Febri akhirnya menikah di KUA Beji, Depok, hanya dihadiri saudara kandung dan kedua orang tua masing-masing. Biaya nikahan yang tadinya sudah dianggarkan turun lebih dari separuhnya. Beruntung setelah itu tak ada keluarga yang menuntut mereka mengadakan resepsi lagi.
"Aku sama suami sudah ceritakan kemauan dan kemampuan kita," ujar Nica. "Kita gak mau juga sampai maksa bikin resepsi dan ngutang-ngutang, apalagi kalau sampai orang tua yang berutang, kasihan."