21 Hari DPR Tanpa Ketua

Jakarta, era.id - Ketua DPR RI Setya Novanto menghadapi kenyataan pahit pada 10 November 2017. Bertepatan dengan Hari Pahlawan, Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Sepuluh hari kemudian, Novanto resmi ditahan KPK. Sebelumnya dia sempat mangkir dari agenda pemeriksaan KPK, hingga mengalami kecelakaan di Jalan Permata Berlian, dan harus dirawat di RS Medika Permata Hijau dan dirujuk ke RSCM Kencana Jakarta Pusat.

Pada Minggu (19/11/2017) malam, Novanto dibawa ke Gedung KPK setelah tim dokter RSCM Kencana menyatakan Ketua Umum Partai Golkar itu sudah tidak perlu rawat inap karena luka akibat kecelakaan mulai membaik. Setelah satu jam pemeriksaan di Gedung KPK, Novanto kemudian ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11/2017) dini hari.

Kini, sudah 21 hari berlalu sejak Novanto ditahan KPK, tapi DPR belum bersikap karena pergantian Novanto sebagai Ketua DPR menjadi tanggung jawab Partai Golkar. Sesuai Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Ketua DPR bisa diganti jika meninggal dunia, mengundurkan diri, atau dicopot partainya.

Adapun Partai Golkar belum mencopot Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua DPR karena menunggu putusan praperadilan yang diajukan Novanto atas status tersangkanya. Pergantian Novanto akan diputuskan dalam musyawarah nasional luar biasa yang pelaksanaannya masih digodok.

Saat dikonfirmasi, empat Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, Agus Hermanto, Fahri Hamzah, dan Taufik Kurniawan, menyatakan kinerja parlemen tidak terganggung karena kepemimpinan kolektif kolegial.

"Keputusan dewan, keputusan pimpinan sifatnya kolektif kolegial, sehingga kalau hanya salah satu pimpinan itu berhalangan tentunya kinerja dewan tidak akan terpengaruh," kata Agus Hermanto.

Pengambilan keputusan di DPR, saat ketuanya tidak ada, dapat diputuskan pimpinan lain secara bersama-sama dan setara. Hal itu juga yang menjadi alasan Mahkamah Kehormatan Dewan belum menyelesaikan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto.

Padahal, kasus yang menjerat Novanto turut memperburuk citra DPR dan Partai Golkar yang dipimpinnya. Desakan agar Novanto mundur atau Golkar mencopotnya semakin kencang terdengar.

"Kalau Pak Novanto mundur, itu baik untuk Pak Novanto, baik untuk DPR, baik untuk Golkar. Itu pesan saya," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan.

Secara terpisah, Wakil Ketua MKD Syarifudin Sudding menegaskan dugaan pelanggaran kode etik Novanto akan segera ditindaklanjuti. MKD sudah memeriksa Novanto di Gedung KPK, pekan lalu, namun belum ada kesimpulan.

Direktur Polcomm Institute, Heri Budianto, mendorong Golkar segera bersikap untuk mengganti Novanto. Mengulur waktu pergantian Novanto, kata Budi, akan merugikan Golkar pada pemilu mendatang dan akan semakin menggerus kepercayaan publik terhadap DPR.

"Untuk menyelamatkan DPR, maka DPR harus mengambil langkah untuk pergantian ketua," 

ucap Herry Budianto.

Adapun Novanto akhirnya menyampaikan surat pengunduran diri sebagai Ketua DPR dan menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai penggantinya. Informasi mengenai surat tersebut diketahui pada Jumat (8/12).

Surat dari Novanto itu rencananya akan dibacakan dalam rapat paripurna DPR, Senin (11/12) hari ini, setelah ada persetujuan dari rapat Badan Musyawarah DPR. Meski demikian, keputusan Novanto menunjuk Aziz menjadi Ketua DPR masih menuai perdebatan di internal Golkar.

Tag: