Diperiksa KPK, 'Musuh' Nikita Mirzani, Dito Mahendra Bungkam
ERA.id - Dito Mahendra, pria yang beberapa waktu lalu berhasil menjebloskan Nikita Mirzani ke penjara, kini diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (6/2/2023).
Namun dari hasi pemeriksaan, Dito Mahendra hanya bungkam usai dicecar pertanyan oleh penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Dito menjalani pemeriksaan selama kurang lebih lima jam oleh penyidik KPK. Dito tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.00 WIB dan meninggalkan gedung KPK pukul 14.10 WIB.
Usai menjalani pemeriksaan Dito langsung bergegas meninggalkan Gedung Merah Putih KPK dan sama sekali tidak berkomentar.
Sebelumnya Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Dito Mahendra hadir memenuhi panggilan penyidik KPK pada Senin.
Sebelumnya, saksi Dito tiga kali tidak menghadiri panggilan KPK masing-masing pada 8 November 2022, 21 Desember 2022, dan 5 Januari 2023.
Ali kemudian menerangkan yang bersangkutan tidak hadir karena telah pindah rumah ke alamat baru.
Penyidik kemudian melayangkan surat pemanggilan ke alamat baru tersebut dan menjadwalkan ulang pemanggilan Dito Mahendra.
Dito Mahendra merupakan pelapor artis Nikita Mirzani atas dugaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eelektronik (UU ITE) ke Polres Serang Kota.
Sebelumnya pada April 2021, KPK menginformasikan membuka penyidikan baru terkait dugaan pemberian suap, penerimaan gratifikasi serta pencucian uang terkait mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro.
Namun, KPK belum menjelaskan detail perkara serta tersangka dalam penyidikan tersebut.
"Penerapan TPPU ini karena ada dugaan terjadi perubahan bentuk dan penyamaran dari dugaan hasil tindak pidana korupsi kepada pembelian aset-aset bernilai ekonomis seperti properti maupun aset lainnya," ujar Ali seperti dikutip dari Antara.
"Apabila kegiatan penyidikan telah cukup, KPK akan menginformasikan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun demikian, kami memastikan setiap perkembangan mengenai kegiatan penyidikan perkara ini akan selalu sampaikan kepada masyarakat," kata dia pula.
Eddy Sindoro selaku mantan Presiden Komisaris Lippo Group telah divonis 4 tahun penjara, ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan pada 6 Maret 2019 karena terbukti menyuap mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS (senilai total Rp877 juta).
Perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Ervan Adi Nugroho, Hery Soegiarto, dan Doddy Aryanto Supeno.
Tujuan pemberian uang itu adalah agar Edy Nasution mengurus dua perkara yaitu pertama menunda proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan pihak tereksekusi melaksanakan hasil putusan perkara secara sukarela) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dalam perkara PT MTP melawan PT Kwang Yang Motor Co. Ltd (KYMCO) pada 2013-2015 sehingga mendapat imbalan Rp150 juta.
Pada perkara kedua, Edy Nasution terbukti menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang, sehingga mendapat imbalan 50 ribu dolar AS.
Dalam persidangan terungkap bahwa Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK.
Sebelumnya, KPK telah memproses Nurhadi dan Rezky Herbiyono dari pihak swasta atau menantu Nurhadi dalam perkara suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016. Keduanya menerima suap dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Nurhadi dan Rezky menjalani pidana penjara selama 6 tahun. Keduanya juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Berdasarkan putusan kasasi MA pada 24 Desember 2021, keduanya dinyatakan terbukti menerima suap sejumlah Rp35,726 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,787 miliar.