Menggugat Arogansi Anak Pejabat dan Mitos Hidup Sederhana

“Ah udah nggak usah lu pikirin, memang begitu anak orang kaya, lagunya suka tengil, kayak duit bapaknya halal aja!” 

ERA.id - Begitu celetuk Kasino yang memerankan Sanwani, anak pengusaha bengkel kecil di film Gengsi Dong (1980). Celetukan khas Kasino tadi menua dengan apik seperti anggur, tak lekang oleh waktu. Orang-orang kembali mengingatnya saat baru-baru ini ada putra pejabat eselon III di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menghajar seorang anak belasan tahun hingga koma. Alasannya klasik: perkara wanita.

Begini rangkuman ceritanya menurut keterangan saksi di akun Twitter @LenteraBangsaa_ dan Polres Metro Jakarta Selatan. Senin kemarin (20/2/2023), korban bernama David sedang bermain di rumah temannya. Mantan pacar David lalu mengirimi pesan WhatsApp, ia bilang mau mengembalikan kartu pelajar. David segera mengirim lokasi ia berada. 

Tak lama kemudian, Jeep Rubicon hitam berpelat nomor B 120 DEN berisi tiga orang –termasuk mantan pacarnya– menunggu di depan. Sang mantan sudah punya kekasih baru yang konon pemilik mobil Jeep tadi, Mario Dandy Satriyo namanya. 

Menurut info yang beredar, mantan pacar David mengadu ke Dandy bahwa ia pernah diraba-raba. Kepalang emosi, ketika bertemu David, Dandy segera menghajarnya sehabis cekcok. Bibir David robek. Ia juga menderita luka-luka di kepala, pipi dan telinga kanan. David dibawa ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau saat ditemukan terkapar oleh orang tua temannya. Sementara Dandy langsung digiring security ke Polsek Pesanggrahan.

Barang bukti Jeep Rubicon di Polsek Pesanggrahan. (Istimewa)

Latar belakang Dandy baru diketahui setelah beritanya viral. Netizen bergerak lebih cepat dari maling korek api untuk membongkar kelakuan anak pejabat yang doyan pamer moge dan norak di jalan itu. Ayahnya ketahuan merupakan Kepala Bagian Umum di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II dengan harta kekayaan mencapai Rp56 miliar di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2021.

Biasanya, perkara beginian ujung-ujungnya berakhir damai di atas materai, seperti kasus pengemudi Fortuner yang merusak mobil Brio sambil petantang-petenteng bawa pedang. Namun, kali ini Dandy salah pilih lawan. David bukan anak penggede, pejabat, atau apalah namanya. Ayahnya, Bang Jo, hanya seorang anggota Gerakan Pemuda (GP) Ansor, badan otonom di bawah Nahdlatul Ulama (NU). Gara-gara ini urusannya jadi panjang.

Bang Jo dan anaknya, David (kanan) yang tak sadarkan diri habis dipukuli. (Istimewa)

Bang Jo mengaku keluarga pelaku sudah nyamperin rumahnya buat minta maaf. “Saya maafkan. Saya hanya meniru anak saya yang sangat pemaaf. Dan mohon maaf juga, proses hukum sudah bergulir,” tulisnya di Twitter, Rabu (22/2/2023). Ia juga menegaskan tidak akan menempuh jalan damai. “Proses hukum jalan terus, terima kasih sahabat LBH @Official_Ansor kawal kasus ini.”

Impunitas dan arogansi orang kaya

Bukan sekali ini kita dipertontonkan aksi sok jago oleh orang-orang berduit atau berkuasa. Tahun 2021 ada pengendara Fortuner ngamuk-ngamuk sehabis nabrak motor di Duren Sawit. “Gua jalan aja ya!” teriaknya sambil memamerkan pistol di tangan lalu ngeluyur pergi. Tahun lalu ada lagi pengendara Fortuner yang mepet mobil Avanza di tol Jagorawi sambil nodongin pistol. Yang terbaru ya kasus Fortuner vs Brio Februari kemarin. Sialnya, kasus begitu rata-rata hanya sebentar viral, sebelum kemudian berakhir damai.

Perilaku congkak dan arogan model begini mengingatkan kami dengan tulisan seorang pengarang, Made Supriatma. Ia pernah bilang bahwa orang yang mampu mengambil resiko ekstrem adalah mereka yang punya kepercayaan diri sangat tinggi. “Anda percaya bahwa Anda memiliki kekebalan atas hukum (impunity), sehingga Anda berani mengambil resiko ini,” tulisnya. 

Bayangkan saja, di masa ketika semua perilaku kita serba terpantau, entah oleh CCTV atau kamera hp dan bisa viral kapan pun, masih ada yang banyak tingkah layaknya mafia di film Peaky Blinders. Orang biasa tentu akan segan dan tak bakal berani, kecuali punya backingan atau hakulyakin kebal hukum. Contohnya, Sambo. Mantan jenderal bintang dua itu sebelumnya tampak yakin betul menghabisi nyawa anak buahnya dan bisa lepas tangan. Kepercayaan diri berlebihan ini, kata Made, sesungguhnya adalah bentuk arogansi.

Dandy, anak pejabat eselon III di Kemenkeu saat ditahan di Polsek Pesanggrahan. (Istimewa)

Orang-orang arogan perlu diberi pelajaran agar mereka tahu batasan. Dan di negara kita, mereka yang merasa kebal hukum harus dibikin jera oleh hukum itu sendiri. Problemnya kan masyarakat kita sekarang sudah terlanjur memandang sebelah mata para penegak hukum. Stereotipe hukum bisa dibeli pakai duit sudah jadi rahasia umum. 

Sementara itu, para polisi dianggap hanya tegas menindak orang-orang kecil; tajam ke bawah, tumpul ke atas. Rasa-rasanya rakyat jelata ini kasusnya baru ditanggapi serius begitu viral dan jajaran petinggi di-mention satu per satu. Sayangnya lagi, para korban kerap menyerah di tengah jalan saat memperjuangkan keadilan, mungkin karena tekanan atau sudah kadung capek ngurus ke pengadilan.

Kasus Sambo kemarin bisa jadi preseden kemenangan orang biasa atas elit, ketika seseorang yang pernah berdiri di puncak kekuasaan bisa berujung divonis mati. Dan semoga aksi sok jago anak pejabat kemarin juga tidak berakhir damai. Kalau damai terus, kapan jeranya?

Mitos gerakan hidup sederhana pejabat

Kasus penganiayaan oleh anak pejabat Kemenkeu juga merembet ke gaya hidup sang anak yang demen flexing atau pamer di media sosial. Dandy diketahui suka mengendarai Harley Davidson ugal-ugalan dan beratraksi standing pakai moge di jalan raya. Gara-gara itu netizen jadi kepo siapa bapaknya –yang ternyata orang perpajakan.

Kami pernah ngobrol dengan eks Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, dan ia bilang kalau para pengusaha itu fokusnya adalah mencari untung dan menghindari pajak. 

“Makanya orang-orang yang beneran kaya jarang posting asetnya, buat apa?” Ucap Romy di rumahnya. Orang yang suka pamer, menurutnya, masih belum dewasa dan bukan pengusaha tulen. Harusnya Dandy belajar banyak ke Romy. Namun, apalah daya, ia masih anak-anak dan bukan pengusaha, hanya kebetulan bapaknya orang kaya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut buka suara soal kasus di atas. Ia mengecam gaya hidup mewah keluarga jajaran Kemenkeu yang menimbulkan erosi kepercayaan dan reputasi negatif buat jajaran Kemenkeu lain yang bekerja secara jujur, bersih, dan profesional. “Kepercayaan publik adalah hal esensial dan fondasi yang harus dijaga bersama,” tandasnya melalui akun Instagramnya, Rabu (22/2/2023).

Masalah gaya hidup mewah pejabat ini bolak-balik diperingatkan, tapi hanya serupa mitos yang diulang-ulang, tak pernah ada wujudnya. Jauh sebelum Bu Sri mewanti-wanti, pernah ada Surat Edaran No. 13 Tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana untuk menindaklanjuti perintah Presiden Jokowi. 

Isinya sangat luhur, yaitu perintah kepada seluruh penyelenggara negara agar hidup sederhana. Langkah-langkahnya antara lain sebagai berikut: membatasi jumlah undangan resepsi maksimal dihadiri 1000 orang; tidak menampakkan kemewahan dan sikap hidup berlebihan; hingga tidak memberikan karangan bunga kepada atasan atau sesama pejabat pemerintahan.

Sepenggal isi Surat Edaran No. 13 Tahun 2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana.

Apakah ada hasilnya? Kita tengok saja kehidupan para pejabat. Pernikahan anak presiden saja resepsinya gede-gedean, undangan maksimal dihadiri 1000 orang cuma mitos. Satu yang bisa kita syukuri dari kasus anak pejabat di atas, kalau mau tahu seberapa kaya seorang pejabat, bisa kita lihat dari postingan keluarganya di media sosial.