Soal Putusan Tunda Pemilu 2024, 3 Hakim PN Jakpus Dilaporkan ke KY
ERA.id - Sejumlah elemen masyrakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ke Komisi Yudisial.
Laporan itu terkait dugaan pelanggaran etik tiga hakim PN Jakarta Pusat atas putusan agar KPU RI tak melanjutkan sisa tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan melaksanakannya dari awal selama 2,4 tahun.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih terdiri sejumlah kelompok masyarakat sipil dan firma hukum, yakni Indonesia Corruption Watch (ICW), Perludem, Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Forum Komunikasi dan Organisasi Nonpemerintah, Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Firma Themis Indonesia, AMAR Law Firm, dan Komite Pemantau Legislatif.
"Kami melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu melalui sengketa perbuatan melawan huku, gugatan perdata," kata Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih Saleh Alghiftari di Gedung KY, Jakarta, Senin (6/3/2023).
Saleh mengatakan, ada dua poin dalam peraturan kode etik dan perilaku hakim yang menjadi dasar pihaknya melaporkan tiga hakim PN Jakarta Pusat.
Pertama, profesionalitas hakim. Kedua, tindakan hakim harus berlandasakan nilai-nilai hukum.
"Di mana kita nilai dalam perkara ini, majelis hakim mengabaikan konstitusi pada Pasal 22E ayar 1 UUD 1945 yang mewajibkan Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali secara luber dan jurdil," katanya.
"Kami telah berdiskusi dengan Ketua KY dan komisioner, bahwa ini memang perkara serius dan seharusnya menjadi prioritas KY," imbuh Saleh.
Sementara Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut.
Tentunya sesuai visi dari Komisi Yudisial, kita akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan berbagai metode, berbagai cara untuk mandalami kasus tersebut," ujarnya.
Fajar mengatakan, pihaknya berencana memanggil hakim PN Jakarta Pusat yang membuat putusann tersebut. Meskipun bukan pemeriksaaan, pemanggilan itu bertujuan untuk menggali informasi terkait dengan putusan yang membuat publik dihebohkan oleh isu penundaan Pemilu 2024.
"Kami ingin memanggil hakim atau dari pengadilan negerinya untuk coba ingin kami gali informasi lebih lanjut tentag apa yang sesungguhnya terjadi dengan putusan tersebut," kata Fajar.
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengambulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI atas hasil verifikasi administrasi. Dari hasil rekapitulai KPU, Partai Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) di tahap verifikasi administrasi.
Gugatan Partai Prima dilayangkan ke PN Jakpus pada 8 Desember 2022 atas kasus perbuatan melawan hukum.
Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PNJkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.
"Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya," bunyi amar putusan PN Jakpus yang diketok pada Kamis (2/3).
PN Jaksel juga memutuskan bahwa Partai Prima adalah Partai Politik yang dirugikan atas hasil rekapitulasi verifikasi adminitasi yang dilakukan KPU.
Lebih lanjut, dalam putusan itu juga disebutkan agar KPU menghentikan sisa tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Tahapan Pemilu harus diulang dari awal setelah rentang waktu 2,7 tahun.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari"
Atas putusan tersebut, KPU RI berencana mengamil langkah hukum dengan mengajukan banding. Langkah ini mendapat dukungan dari banyak pihak.