Lakukanlah Kebodohan Apapun dalam Hidup Asal Bukan Mengakhirinya
Jakarta, era.id - Kepala Agus luka parah, darah segar mengalir dari kepalanya. Sebelum dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Agus ditemukan dengan luka memar di wajah kanan, luka sobek di bawah ketiak kanan, serta patah tulang di pangkal lengan kanan. Siang itu, tak ada seorang pun di Pasar Induk Kramat Jati yang menyangka Agus bakal mencoba mengakhiri hidupnya dengan melompat dari lantai dua bangunan pasar.
Akun Instagram, @warung_jurnalis yang memberitakan peristiwa ini menulis, kejadian terjadi sekitar pukul 15.00 WIB. Sebelum melompat, Agus sempat ditegur oleh seorang saksi mata bernama Fadullah (40). Kepada Agus, Fadullah meneriaki Agus yang berada di lantai atas agar enggak berteriak-teriak dan meludah ke bawah. "Awas kamu, jangan meludah ke bawah, di sini banyak orang," tutur Kapolsek Kramatjati, Kompol Nurdin Ar Rahman menirukan perkataan Fadullah kepada Agus, Minggu (9/9).
Enggak merasakan adanya ancaman, Fadullah pun enggak terlalu memedulikan keberadaan Agus dan pergi ke toilet kemudian. Namun, sesaat ketika dirinya masuk ke toilet, Fadullah mendengar kegaduhan. Ia pun keluar dan melihat Agus sudah tersungkur. Menurut Kompol Nurdin, saksi lain menyebut Agus melompat dengan posisi kepala lebih dulu. Itulah yang kemudian membuatnya mengalami luka parah di bagian kepala.
"Korban lompat dengan posisi kepala lebih dahulu, makanya kepalnya pecah ... Untuk kondisinya masih kritis dan kini dalam perawatan," ungkap Nurdin.
Belum jelas juga apa penyebab Agus nekat mencoba bunuh diri. Jika merujuk pada keterangan para saksi, Agus diduga mengalami depresi. Agus dikenal sebagai tuna wisma berusia 32 tahun yang kerap serabutan di Pasar Induk Kramat Jati. Tapi itu tak cukup membuat lingkungan sekitarnya menyadari potensi depresi yang ada di dalam diri Agus.
"Identitasnya juga tak jelas, karena selama ini pedagang di pasar memanggilnya Agus dan tak tahu di mana keluarganya," kata Nurdin.
Bukan salah siapa-siapa memang, pun Fadullah yang enggak menyadari gelagat enggak wajar sesaat sebelum Agus melompat. Tapi, kejadian yang menimpa Agus ini harusnya menyadarkan kita bahwa bunuh diri adalah hal serius yang amat nyata terjadi di sekeliling kita, namun kerap kali kita abaikan. Enggak percaya? Coba lihat dua peristiwa bunuh diri di Tanjungpinang, Kepulauan Riau yang terjadi kurang dalam kurun waktu tiga hari.
Dilaporkan Antara, Selasa malam (4/9), seorang pria berinisial AJ (33) nekat gantung diri di kafenya di daerah Tanjungpinang. AJ jadi korban bunuh diri kedua di Tanjungpinang dalam kurun waktu tiga hari. Lebih mengejutkan dari percobaan bunuh diri yang dilakukan Agus, AJ yang lebih tua satu tahun dari Agus dikenal sebagai orang yang selalu terlihat gembira. "Saya pernah ke kafe itu. Pemilik kafenya tampak 'happy', tetapi kenapa mengakhiri hidupnya dengan gantung diri?!" ujar Lina, seorang warga sekitar.
Satu hari pascatewasnya AJ, Antara kembali melaporkan sebuah percobaan bunuh diri. Kali ini melibatkan seorang wanita muda di Tulungagung, Jawa Timur bernama Oktaviani Saras Rani yang mencoba menabrakkan dirinya ke kereta api yang melintas. Beruntung, petugas keamanan Stasiun Sumbergempol, Tulungagung yang sudah memantau gerak-gerik mencurigakan Oktaviani berhasil menggagalkan upayanya, menyeret Oktaviani keluar dari jalur perlintasan kereta api.
Saat dievakuasi, mahasiswi jurusan Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Tulungagung itu sempat berontak. Oktaviani bersikukuh menyusuri rel ke arah timur meski jelas-jelas area tersebut merupakan area terlarang buat pejalan kaki. Belum jelas juga motif gadis ini, yang jelas Oktaviani menunjukkan tanda-tanda depresi. "Karena ditanya tidak mau menjawab dan diajak untuk keluar dari jalur rel tidak direspons, akhirnya kami evakuasi paksa lalu dibawa ke ruangan di Stasiun Sumbergempol untuk diinterogasi. Tapi tetap saja tidak mau menjawab, sepertinya sedang depresi," kata kata Kepala Stasiun Sumbergempol, Sefantoni.
Jika melihat berbagai kasus percobaan bunuh diri dalam waktu kurang dari sepekan ini, jelas rasanya, bahwa potensi bunuh diri dalam diri seseorang adalah hal yang memang amat sulit diprediksi. Kepekaan super tinggi rasanya jadi wajib dimiliki setiap orang dalam menjalani kehidupan sosial yang maha rumit ini. Celakanya, Agus, AJ, dan Oktaviani adalah bagian kecil dari peristiwa bunuh diri di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), lebih dari 800 ribu orang di dunia meninggal karena bunuh diri.
Artinya, ada satu kematian akibat bunuh diri dalam setiap 40 detik. Sungguh, ini persoalan serius. Karenanya, WHO sudah sejak dulu mendorong agar keluarga, guru atau pun masyarakat luas ikut aktif menanamkan nilai-nilai kesehatan jiwa sejak awal kehidupan anak. Sebab, jelas, berbagai gangguan psikologis dan kejiwaan amat bertalian dengan berbagai peristiwa bunuh diri. Menariknya, menurut data yang dirilis pada 2014, WHO mencatat adanya perbedaan penyebab bunuh diri di negara-negara kawasan Asia dengan penyebab bunuh diri di negara-negara maju.
Di negara maju, penyebab bunuh diri banyak disebabkan oleh depresi dan ketergantungan alkohol. Sementara di negara-negara Asia, penyebab bunuh diri banyak disebabkan oleh perilaku impulsif. Maksud dari perilaku impulsif yang dimaksud adalah penyebab bunuh diri di negara-negara Asia banyak dsebabkan oleh kondisi psikologis masyarakat yang kerap bereaksi terhadap sebuah peristiwa tanpa terlebih dahulu memikirkannya secara matang. Artinya, ada yang salah dengan kemampuan masyarakat di negara-negara Asia merespons sebuah permasalahan di dalam hidupnya.
Kalau kamu pikir satu kematian setiap 40 detik adalah horor paling mengerikan dari fenomena bunuh diri ini, coba pikir lagi. Sebab, peningkatan angka tersebut sejatinya lebih mengerikan. Merujuk data yang sama, angka bunuh diri di dunia terus meningkat. Dan menariknya, dugaan bahwa faktor ekonomi jadi penyebab utama rasanya jadi terbantahkan. Lihat saja, prevalensi angka bunuh diri di negara-negara berpenghasilan tinggi berada di angka 12,7 jiwa per 100 ribu penduduk, lebih tinggi dari prevalensi yang terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah yang berkisar di angka 11,2 jiwa per 100 ribu penduduk. Dengan ini, terjawab rasanya bahwa uang bukanlah sumber kebahagiaan yang sejati.
Pada tahun 2012, bunuh diri jadi faktor penyebab utama kematian dalam konteks global setelah penyakit jantung, stroke, kanker, dan HIV AIDS. Dan berdasar data terkait peningkatan angka bunuh diri di dunia itu, WHO menemukan fakta bahwa rentang usia dalam kasus-kasus bunuh diri makin enggak terpetakan. Jika sebelumnya rentang usia korban bunuh diri didominasi oleh orang-orang yang berada di rentang usia 30-49 tahun, kini makin banyak korban bunuh diri yang berusia lebih muda. Jika penyakit jantung jadi penyebab utama kematian di dunia secara global, maka bunuh diri adalah penyebab kematian utama bagi kaum muda berusia sepuluh hingga 24 tahun di dunia. Berdasar pemutakhiran data yang dilakukan, terdapat sekitar 4.600 anak muda di dunia yang meninggal akibat bunuh diri dalam setiap tahun.
Di Indonesia, angka pasti terkait korban bunuh diri belum terpetakan secara maksimal. Berdasar data terakhir tahun 2015 yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat angka 812 kasus bunuh diri di seluruh wilayah Indonesia. Artinya, ada dua sampai tiga orang yang meninggal akibat bunuh diri setiap harinya. Angka tersebut dihimpun BPS dari catatan laporan kepolisian. Dengan kata lain, angka sesungguhnya sangat mungkin lebih tinggi.
Meningkatnya angka bunuh diri di Indonesia sejatinya dapat dibuktikan dengan laporan WHO pada 2012. Dalam laporan itu, WHO mencatat sepuluh ribu kematian akibat bunuh diri di Indonesia. Angka tersebut tercatat meningkat lima ribu lebih banyak ketimbang catatan WHO di tahun 2010. Yang menarik, WHO turut mencatat besarnya angka percobaan bunuh diri --artinya korban enggak sampai meninggal-- yang mencapai 20 percobaan atau hasrat keinginan bunuh diri per kematian akibat bunuh diri. Dengan kata lain, ada 20 orang yang mencoba bunuh diri setiap ada satu orang yang meninggal akibat bunuh diri.
Kita bisa apa?
Jika data di atas sudah cukup buat menggambarkan gentingnya situasi sosial ini, sungguh, rasanya kita memang harus mulai menanamkan kepedulian terhadap isu ini di dalam diri kita. Syukur-syukur kita bisa mencegah seseorang atau bahkan diri kita sendiri dari mati konyol bin enggak wajar itu. Membekali diri dengan pengetahuan pun rasanya penting. Sebab, bertindak tepat adalah hal yang perlu dilakukan kala menghadapi situasi yang berdekatan dengan bunuh diri.
Dimulai dari mengetahui faktor yang biasanya jadi pemicu seseorang melakukan bunuh diri. Bunuh diri memang bisa terjadi pada siapa saja. Namun, ada sejumlah karakteristik dan kondisi yang sangat mungkin meningkatkan risiko seseorang mengakhiri hidupnya sendiri. Dan asal kamu tahu saja, bunuh diri hampir pasti terjadi akibat permasalahan psikologis dan gangguan kejiwaan. Menurut Alodokter, 90 persen orang yang melakukan bunuh diri mengalami masalah psikologis pada saat kematian mereka.
Nah, dalam berbagai kasus, terdapat seenggaknya berbagai masalah psikologis dan kejiwaan yang dapat memicu perilaku bunuh diri seseorang, mulai dari gangguan bipolar, depresi berat, gangguan kepribadian ambang, trauma akibat pernah mengalami pelecehan seksual dan bully-ing, hingga skizofrenia. Selain itu, kualitas tidur yang buruk juga kerap dikaitkan dengan meningkatnya risiko bunuh diri pada kelompok lanjut usia.
Lalu, bagaimana cara mengetahui ada orang lain di sekitar kita, atau bahkan kita sendiri tengah terjebak di dalam kemungkinan melakukan bunuh diri? Sejatinya, ada sejumlah tanda yang bisa jadi peringatan buat kita. Ketika seseorang mulai sering membicarakan keputusasaan atau bahkan membahas kematian, misalnya, baik melalui perbincangan langsung atau sekadar singgungan-singgungan yang dilontarkan melalui status atau postingan media sosial.
Artinya, ketika temanmu mulai terpantau sering melempar postingan "sorrow" di media sosialnya, di situlah kamu harus mulai bergerak, mendekatinya, menjadi pendengar dan teman berpikir yang baik untuk segala permasalahannya. Pun jika itu terjadi padamu. Ketika pikiran-pikiran jelek itu mulai merasukimu, mulailah cari bantuan, kontak teman-teman terdekatmu, ceritakan apa yang jadi permasalahanmu.
Tanda bunuh diri juga dapat dilihat ketika seseorang mulai menarik diri dari lingkungan sosialnya, mulai terlihat sering cemas, sulit tidur, hingga kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya membuat ia bergairah. Di tingkat yang lebih parah, potensi bunuh diri dapat dilihat dari kebiasaan seseorang menyakiti diri sendiri, atau ketika seseorang kedapatan menyimpan obat-obatan yang dapat disalahgunakan, mendadak menggunakan narkoba atau tiba-tiba menjadi pemabuk yang enggak tahu kata "habis".
Ketika tanda-tanda itu mulai terlihat pada orang di sekitarmu atau pada dirimu, mulailah mencari bantuan pada yang lebih profesional, entah itu dokter atau psikolog. Percayalah, dengan meningkatkan sedikit kepekaan kita, kita bisa mencegah hal buruk terjadi pada orang-orang di sekitar kita, bahkan diri kita sendiri. Sebab, bunuh diri biar bagaimanapun adalah hal yang amat berat untuk dilakukan. Terbukti, Yayasan Amerika untuk Pencegahan Bunuh Diri mencatat, 50 hingga 75 persen orang yang mencoba bunuh diri pasti terlebih dulu membicarakan pikiran, perasaan dan rencana bunuh dirinya, baik secara langsung atau enggak.
Jadi, mulailah mencintai dirimu, izinkan dirimu berevolusi lewat berbagai permasalahan. Jika menurutmu masalah itu terlalu berat, mintalah bantuan pada orang-orang yang kamu percaya. Sebab, seburuk apapun masalah yang kita alami, selelah apapun kamu menghadapinya, ingatlah selalu kata-kata Naif dalam lirik lagu: "Hidup Itu Indah"