Sepak Bola, Karma Kanjuruhan, dan Gagapnya Pemerintah Kita
ERA.id - Baru sekitar dua bulan lalu Presiden Jokowi mengadakan konferensi pers soal kelanjutan Tragedi Kanjuruhan pada 7 Februari di Istana Merdeka. Seorang wartawan menanyakan tanggapan Jokowi soal laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang belum ada tindak lanjutnya. Perkembangan kasus mandek, tersangka baru tidak ada. Begini jawaban Jokowi, tak kurang dan tak lebih: Saya jawab di lain waktu.
Jokowi menjawabnya sambil nyengir lalu berdiri dan segera mengakhiri konferensi pers. Hingga hari ini, Kamis (30/3/2023), Jokowi belum menjawab pertanyaan tadi. Sementara itu, lima dari enam terdakwa Tragedi Kanjuruhan divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa. Paling lama hanya diganjar hukuman 1,2 tahun penjara. Dua di antaranya bahkan divonis bebas, karena menurut hakim, yang bersalah adalah angin yang menggiring gas air mata ke arah penonton.
Beda dengan Kanjuruhan, pemerintah tampaknya lebih menanggapi serius soal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Bagaimana tidak, itu pertama kalinya FIFA menunjuk Indonesia jadi tuan rumah turnamen skala dunia. Dan Timnas kita yang enggak jago-jago amat buat lolos kualifikasi bisa otomatis masuk putaran final karena dapat jatah tuan rumah.
Bahkan, belum lewat seminggu usai Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 penonton dan belum kering air mata kita, pemerintah sempat-sempatnya berdoa agar tak disanksi FIFA dan tetap jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Itu meluncur langsung dari mulut Menteri Pemuda dan Olahraga yang waktu itu belum mengundurkan diri, Zainudin Amali.
Sementara itu, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mati-matian mengembalikan mukanya di mata FIFA demi tak dijatuhi sanksi; tak peduli harus menjilat Presiden FIFA Gianni Infantino dan mengiyakan ajakannya buat main fun football di tengah suasana duka. Dua kata itu saja sudah kacau dan nirempati: fun football, sepak bola asyik. Di mana asyiknya sepak bola yang merenggut 135 nyawa?
Mengomentari hujatan netizen, Wakil Ketua PSSI saat itu, Iwan Budianto, bilang begini, “Akan ada banyak kejadian di sepak bola dunia, tapi sepak bola harus tetap jalan.” Padahal keluarga dari 135 korban jiwa di Kanjuruhan sudah barang pasti trauma dengan yang namanya bola, sedangkan ribuan penonton yang jadi saksi malam kelam itu bakal mikir dua kali buat nonton bola di stadion lagi.
Melihat bagaimana pemerintah dan PSSI menyikapi Tragedi Kanjuruhan, kita bisa lihat bahwa bagi mereka tak penting apa pun yang menghilang dari rakyat, selama mereka tidak kehilangan nama baik di mata dunia dan kesempatan emas untuk jadi tuan rumah Piala Dunia sepak bola.
Namun, mereka lupa bahwa kita sering diwanti-wanti agar takut dengan doa orang yang terzalimi. Dan karma itu pun datang. Hal yang selama ini mati-matian mereka jaga yaitu jadi tuan rumah Piala Dunia U-20, tiba-tiba dicabut begitu saja. Ironisnya, untuk mengingatkan kita kembali akan dosa-dosa Tragedi Kanjuruhan, Tuhan mesti mengirimkan Israel, negeri yang sering dianggap orang sebagai penjajah.
Lobi-lobi tingkat tinggi tanpa hasil
Indonesia awalnya dipilih jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 edisi 2021. FIFA menetapkannya di Shanghai tahun 2019. Waktu itu, belum ada yang menyangka dunia bakal kalang kabut dilanda pandemi COVID-19. Gara-gara virus tadi, banyak negara lockdown dan Piala Dunia U-20 terpaksa harus diundur hingga dua tahun.
Seandainya tak ada pandemi, niscaya Piala Dunia U-20 bakal digelar di Indonesia dua tahun lalu tanpa banyak basa-basi. Sebab, Timnas Israel sudah gugur duluan di kualifikasi Piala Eropa U-19 2020 setelah kalah 2-0 dari Belanda di laga terakhir.
Indonesia mungkin tak mengira hanya dalam rentang dua tahun Timnas U-20 Israel jadi skuat yang cukup solid hingga mampu jadi runner up Piala Eropa U-19 2022. Tiket Piala Dunia U-20 2023 otomatis berhasil mereka amankan dan bikin Indonesia ketar-ketir.
Betul saja, awalnya hanya muncul riak-riak penolakan di media sosial, lalu alumni 212 ramai-ramai turun ke jalan, akhirnya Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang daerahnya bakal jadi venue Piala Dunia U-20 2023 terang-terangan menolak Timnas Israel main di Indonesia.
Drawing peserta di Bali sontak dibatalkan, tak berhenti sampai di situ, FIFA akhirnya juga mencoret Indonesia dari tuan rumah. Sebelum resmi dicoret, pemerintah dan PSSI kelihatan betul sedang panik dan frustrasi. Exco PSSI Arya Sinulingga bilang di konferensi pers kalau dia juga bingung kok tiba-tiba pada menolak, padahal sebelumnya baik-baik saja.
Dalam konferensi pers yang kurang dari setengah jam itu, berkali-kali pihak PSSI menyebut soal lobi-lobi dan diplomasi. “Segala cara akan kita lakukan, Pak Erick akan melakukan lobi supaya pelaksanaan ada jalan tengah,” sebut Arya, Minggu (26/3/2023).
Ketika ditanya apa saja opsi-opsi yang ditawarkan PSSI? Arya berputar-putar menjawab tanpa memberikan kejelasan sama sekali, pokoknya semua opsi akan dibawa Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI untuk berdiplomasi; menyelamatkan Piala Dunia U-20; dan menyelamatkan Indonesia dari sanksi FIFA. Kami curiga mereka memang tidak menyiapkan apa pun dan opsinya sejak awal memang hanya dua: biarkan Timnas Israel main atau batal jadi tuan rumah.
Dugaan ini semakin mengerucut ketika Jokowi mengadakan konferensi pers yang disiarkan lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (28/3/2023). “Saya telah mengutus Ketum PSSI Bapak Erick Thohir untuk bertemu dengan tim FIFA untuk mencari penyelesaian terbaik, mencari solusi yang terbaik,” ucapnya. Di situ Jokowi bilang ‘mencari solusi’, berarti memang belum ada solusi dari PSSI atau pemerintah atas kegaduhan ini.
Lucunya, Jokowi juga bilang saat Indonesia ditunjuk jadi tuan rumah, mereka belum tahu Israel bakal lolos kualifikasi. "Kepastian Timnas Israel lolos seleksi Piala Dunia U-20 baru kita ketahui pada bulan Juli 2022," sambungnya.
Kita tahulah Jokowi, pemerintah, dan PSSI bukan cenayang. Bukan ranahnya mereka meramal masa depan. Siapa juga yang tahu Israel bakal lolos apa tidak? Ya cuman Tuhan. Namun, pernyataan Jokowi di atas mengisyaratkan bahwa saat mengajukan diri jadi tuan rumah, pemerintah tidak mengantisipasi kemungkinan Israel bakal lolos. Mereka hanya berharap semoga ia gagal di tengah jalan.
Kalau begini kan gawat, kita jadi bertanya-tanya, apa jangan-jangan banyak kebijakan pemerintah dilandaskan faktor untung-untungan? Kalau begitu, apa bedanya dengan tukang judi?
Pemerintah mungkin bertaruh Israel tak akan lolos kualifikasi Piala Dunia U-20, tetapi ia kalah dalam taruhannya. Harga yang harus dibayar adalah tercorengnya nama baik kita dan mimpi pemain-pemain muda Indonesia tampil di ajang Piala Dunia yang terenggut.
Namun, itu pun masih belum sebanding dengan apa yang terjadi saat malam berdarah di Kanjuruhan Oktober tahun lalu. Memang benar kata orang, urusan sepak bola, Indonesia (mungkin) bukan pilihan Tuhan.