Akademisi Sebut PDIP Sulit Menang Pilpres kalau Tak Gabung ke Koalisi Besar, Kamu Percaya?
ERA.id - Opsi paling rasional Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk menghadapi Pilpres 2024 disebut dengan bergabung ke koalisi besar.
"Koalisi kebangsaan atau koalisi all the president's men adalah opsi paling rasional bagi PDIP, meski PDIP sebagai partai pemenang pemilu memiliki golden ticket mengusung calon presiden sendiri untuk Pilpres 2024," kata pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Nusa Tenggara Timur, Mikhael Rajamuda Bataona, Kamis (13/4/2023).
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan dinamika dan peluang koalisi partai politik menyambut Pilpres 2024.
Bataona mengatakan, jika PDIP memutuskan untuk mengusung calon sendiri atau tidak bergabung dengan koalisi besar, maka peluang memenangkan pilpres akan sangat sulit.
Juga sebaliknya, jika PDIP mendapat teman koalisi misalnya dengan PPP, lalu mencalonkan Ganjar Pranowo, sehingga ada tiga calon presiden sehingga ketika tidak bisa menang dalam satu putaran, maka harus dua putaran pilpres.
"Ini yang sulit, karena siapa pun paham bahwa di putaran kedua, semua hal bisa terjadi sehingga PDIP akan menghindari itu," katanya.
Bataona mengatakan Puan Maharani sebagai politikus PDIP yang kini menjabat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah memberikan pernyataan secara eksplisit dan terbuka bahwa PDIP siap menjadi tuan rumah pertemuan selanjutnya untuk membahas koalisi besar.
Pernyataan ini, kata Bataona, adalah sebuah pertunjukan politik yang coba membangun pesan politik kepada masyarakat bahwa, kerinduan mereka akan keberlanjutan spirit kepemimpinan dan program kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) siap diwujudkan oleh koalisi ini.
"Artinya, Puan Maharani sebagai politisi muda yang syarat pengalaman, memahami bahwa koalisi kebangsaan adalah opsi paling rasional dari semua opsi saat ini," katanya.
Apalagi, kata dia, dengan pengaruh tingkat kepuasan publik (approval rating) terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang masih sangat tinggi, sehingga opsi bergabung dengan koalisi besar paling rasional karena mayoritas rakyat masih melihat calon mana yang melanjutkan program-program Jokowi.
Bataona menambahkan, dalam wacana koalisi besar, sosok Jokowi merupakan variabel kunci karena kekuatan sosial politiknya, yaitu citra diri dan tingkat kecintaan rakyat kepada dirinya yang sangat tinggi.
Hal itu terkonfirmasi dari hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan tingkat kepuasan publik dengan kinerja Jokowi mencapai 76 persen.
"Para elite partai politik sangat memahami kekuatan ini lalu dikapitalisasi isu ini untuk kepentingan perebutan kekuasaan di Pilpres 2024," katanya.