Fakta di Balik Tingginya Angka Perceraian di Indonesia
Merujuk data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, tingkat perceraian keluarga Indonesia dari waktu ke waktu memang semakin meningkat. Pasca reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga Indonesia terus mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian mencapai 19,9% dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta peristiwa.
Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai tahun itu. Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Apalagi terpapar bukti, perceraian terjadi lebih banyak pada usia perkawinan di bawah 5 tahun. Kebanyakan kasus perceraian dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun. Selain itu, meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus dengan meningkatnya angka perceraian.
Tak heran, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin pun mengaku prihatin dengan data-data ini. Buat dia, terjadi pergeseran luar biasa terkait substansi dan kesakralan perkawinan yang dianut semua agama. Menteri Lukman menduga, sebagian generasi saat ini menganggap perceraian itu, bukan semata karena ketidakcocokan antara suami istri, tetapi karena sesuatu yang bisa direncanakan.
"Karena mereka sebelum nikah, sudah saling bersepakat, antara pasangan laik-laki dan perempuan, kalau kita nikah dua tahun saja, atau tiga tahun saja, setelah itu kita cerai," kata Lukman di Palu, Sulteng, awal pekan lalu.
Dulu kala, pernikahan adalah peristiwa sangat sakral. Dan ini berlaku buat agama manapun. Saat dua orang melakukan perjanjian atas nama Tuhan. Tapi yang terjadi sekarang, buat Lukman, justru terjadi pergeseran nilai. Terjadi degradasi atau penurunan pemaknaan pernikahan itu.
Lukman bilang, pendidikan bagi orang tua jauh lebih penting. Hanya dengan orang tua yang baik, akan melahirkan anak-anak yang berkualitas. Selama ini banyak masyarakat tidak mendapatkan pendidikan sebagai orang tua, karena menjadi orang tua itu sangat susah.
"Sebelum generasi muda kita menjadi ayah dan ibu nantinya, mereka harus diberikan wawasan yang baik, agar angka perceraian dan kekerasan rumah tangga tidak semakin meningkat," tutup Lukman.