Bagaimana Jika Path Enggak Benar-benar Tutup?

Jakarta, era.id - Tutupnya platform media sosial Path masih jadi bahasan panjang. Lihat saja unggahan teman-temanmu di media sosial. Bohong kalau kamu tidak menemukan sembilan sampai sepuluh orang yang masih asyik bernostalgia, membagikan unggahan-unggahan aktivitas dan kenangan-kenangan mereka saat masih menggunakan Path zaman baheula.

Tapi, yakin Path betulan bakal tutup?

Mungkinkah ada udang di balik bakwan. Seenggaknya, ada dua kemungkinan yang bisa ditangkap dari ucapan perpisahan yang disampaikan Path tempo hari. Pertama, bagaimana jika ucapan perpisahan itu adalah strategi pasar belaka? Untuk me-rebranding Path, misalnya? Dalam skenario ini, Path akan dibuat mati suri dan dihidupkan lagi dengan perombakan habis-habisan yang dapat mengakomodir kebutuhan pasar media sosial hari ini.

Atau, bagaimana jika kabar tutupnya Path ini justru merupakan jalan buat melancarkan strategi pemasaran produk yang lebih besar? Patut dinantikan kalau skenario ini betul terjadi. Bayangkan kelahiran sebuah media sosial baru yang dimotori oleh semangat yang hidup dari sebuah kematian. Dan tentu saja, dua kemungkinan itu bukan omong kosong belaka. Kami punya dasarnya dan mari kita coba bedah sama-sama.

Soal rebranding Path, kemungkinan ini tentu masih ada. Coba bayangkan, apa enggak janggal, buat perusahaan teknologi sebesar Path mengumumkan penghentian operasi mereka cuma lewat pengumuman singkat di platform media sosial dan akun-akun media sosial resmi mereka sendiri? Enggak perlukah Kim Beom-soo, Chairman dari Kakao, perusahaan induk Path memberi keterangan langsung?

Atau kemungkinan menghidupkan sebuah media sosial baru. Kemungkinan ini masih sangat terbuka. Salah seorang karyawan di Path Indonesia, sebelum Path menyampaikan ucapan perpisahannya, malah terpantau memosting iklan lowongan kerja di Path Indonesia. Pun begitu ketika kami mencoba mengorek informasi soal kabar tutupnya Path ini. Dia malah bertanya balik, "Mau ngelamar lo?"

Asumsinya, perusahaan pengelola Path malah sedang butuh banyak tenaga untuk sebuah garapan. Kemudian, ketika ditanyakan soal kebenaran kabar tutupnya Path ini, si karyawan ini malah bilang yang tutup dari Path cuma media sosialnya.

Akuisisi saham

Dia memastikan kalau secara perusahaan, Path masih ada. Meski belum valid, dia menuturkan, isu internal yang berkembang saat ini adalah saham Path akan dibeli. Belum jelas berapa persen dan siapa yang membelinya. Namun kabar yang didapat dari kawan ini mengantarkan saya pada narasi yang diangkat oleh Kompas kemarin, soal kemungkinan kembalinya Path ke pelukan sang pendiri, Dave Morin.

Jadi, pada 22 Maret 2018 lalu, Dave mengunggah kicauan di akun Twitternya, @davemorin. Dalam kicauannya, Dave bercerita, hingga saat itu masih banyak sekali pihak yang memintanya kembali membangun Path. Dave bilang lagi mempertimbangkan kembali, meski hingga saat ini belum ada tindak lanjut apapun dari kicauan Dave. Tapi, kicauan Dave sejatinya jadi relevan untuk dipertanyakan di tengah kondisi Path saat ini.

Memang, sejak diambil alih Kakao pada 2015, Path enggak juga menunjukkan taringnya. Padahal, pengambilan alih yang dilakukan Kakao sempat terlihat menjanjikan. Perusahaan asal Korea Selatan ini yakin, sebagai perusahaan Asia, pihaknya yakin dapat membaca dengan baik kebutuhan pasar media sosial di Asia Tenggara, wilayah di mana Path sangat populer saat itu. 

Nah, kemungkinan lain yang muncul adalah bergabungnya Google dalam proyek terbaru yang mungkin dimunculkan Path ini. Kemungkinan ini muncul karena Google sejatinya adalah perusahaan yang amat tertarik dengan daya pikat Path sebagai media sosial sejati. Pada 2014, Google sempat memberikan tawaran akuisisi senilai 100 USD atau Rp1,4 triliun kepada Dave. Namun, saat itu Dave menolak tawaran Google.

Baca Juga : Selamat Tinggal Path, Engkaulah Media Sosial Sesungguhnya

Jadi, mungkinkan Dave akan menggandeng Google untuk kembali ke 'buah hatinya'? Kemungkinan ini bisa saja terjadi. Toh, sudah banyak betul preseden terkait akuisisi perusahaan besar terhadap perusahaan-perusahaan potensial yang justru mati akibat berbagai permasalahan. Dan di ranah bisnis media sosial, kisah AltspaceVr bersama Microsoft barangkali bisa jadi contoh.

Pada Maret 2018 lalu, jejaring sosial virtual reality yang berfokus menghadirkan sensasi nonton bareng itu resmi diakuisisi Microsoft setelah dinyatakan mati di tahun yang sama akibat kehabisan dana. Komunitas layanan VR cuma-cuma ini memang sangat potensial sebenarnya. Makanya, Microsoft pun tertarik menjadikan AltspaceVr sebagai unit usaha mereka.

Dilaporkan Verge, langkah pertama yang dilakukan Microsoft adalah dengan mengasuh komunitas yang telah terbentuk lewat layanan AltspaceVr. Tujuannya, tentu saja untuk memastikan AltspaceVr masih bersahabat, ramah, dan tetap jadi rumah bagi mereka yang menyenangi dunia virtual reality. Microsoft juga menyatakan, enggak bakal banyak perubahan dari AltspaceVr, kecuali mengembangkan komunitas-komunitas virtual reality yang telah terhimpun.

“Dengan masuknya tim dari AltspaceVR kami ingin membangun komunitas realitas campuran yang terbaik ... AltspaceVR akan tetap menjadi AltspaceVR. Microsoft paling tertarik dengan melestarikan komunitas yang sekarang menggunakan AltspaceVR untuk berinteraksi dan berkoneksi dengan teman lama maupun baru,” kata Alex Kipman, penemu hololens buatan Microsoft.

Sekali lagi, semua ini cuma kemungkinan yang kami tangkap dari segala drama yang terjadi soal penutupan Path beberapa hari ini. Kalau Path enggak mati, berarti akan ada media sosial baru yang lebih oke dari yang sekarang ada. Kalaupun enggak, ya sudah. Berarti, goodbye Path!

Tag: viral anak nonton porno media sosial chipset teknologi 7nm