Kisah Pedagang Kios di Cipatat yang Penghasilannya 'Dibunuh' Proyek Tol Cipularang
ERA.id - Beroperasinya Jalan Tol Cikampek, Purwakarta, Padalarang (Cipularang) tahun 2005 lalu, menjadi pukulan telak bagi penjual oleole di jalur mudik Cipatat-Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Banyak kios di kawasan itu yang gulung tikar karena pembeli yang singgah menurun dratis imbas adanya jalan bebas hambatan. Sedangkan yang bertahan hingga musim mudik lebaran 2023 hanya tinggal segelintir.
Seperti Kodir Permana Sidik (52), penjual oleole di Jalan Raya Cipatat, Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat, Bandung Barat. Ia sudah berjualan peuyeum Bandung sejak tahun 1993.
"Saya sudah hampir 30 tahun jualan di sini, jadi pernah merasakan jualan pas lagi rame-ramenya dulu pas mudik lebaran," ujar Kodir, Jumat (21/4/2023).
Kodir ingat betul ketika Jalan Raya Cipatat dipadati kendaraan pemudik dari berbagai daerah khususnya dari Jakarta dan sekitarnya.
Kendaraan pribadi pun angkutan umum, kerap memanfaatkan kios-kios di sepanjang Jalan Cipatat untuk beristirahat sekaligus belanja oleole seperti peuyeum, guci, celengan, hingga miniatur truk. "Dulu itu dari pagi sampe malam pasti rame terus pemudik yang beli," ujar Kodir.
Bahkan Kodir mengaku dulu bisa menjual hingga 2 ton peuyeum hanya dalam sepekan saat mudik Lebaran. Dalam sehari ia bisa mendapat cuan jutaan rupiah hanya dari peuyeum saja, saat harganya masih Rp2.000 per kilogram.
"Jadi kalau sama guci, peuyeum, dan semaunya yang saya jual dulu itu, sehari bisa dapat Rp3 juta," ucap Kodir.
Masa kejayaan yang dialami para penjual oleh-oleh di kawasan Cipatat itu berbalik suram usai Tol Cipularang beroperasi tahun 2005.
Kendaraan pribadi dan angkutan umum yang biasanya melintas di Jalan Raya Cipatat mayoritas beralih melalui jalan bebas hambatan untuk pulang kampung saat Lebaran.
Sebagian kios pedagang pun mulai berguguran karena sepi. Ada pula yang masih bertahan karena tidak punya pilihan selain berjualan untuk memanfaatkan sisa-sisa kejayaan sebelum adanya Jalan Tol Cipularang.
"Iya saya bertahan untuk kebutuhan. Yang lain bertumbangan karena memang gak kuat, pengeluaran gak sesuai dengan pendapatan," kata Kodir.
Kata Kodir, kini untuk menjual 2 kwintal peuyeum saja, sungguh sulit. Peuyeum yang tidak terjual pun kerap dia buang karena sudah melewati batas kedaluwarsa. "Apalagi kaya guci, celengan gitu sulit kejualnya. Ada yang udah setahun gak ke jual bahkan," ujar Kodir.
Musim mudik Lebaran tahun ini pun tak ubahnya seperti hari-hari biasa. Tidak seperti dulu lagi, ketika jalur Cianjur hingga Padalarang masih menjadi primadona bagi pemudik.
Meski beitu, Kodir tetap bersyukur. "Mudik sekarang gak ada pengaruhnya ke penjualan, malah lebih sepi. Tapi dijalani saja demi kebutuhan hidup," katanya.